Label

Rabu, 15 Februari 2012

PENGEMBANGAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM MENGHADAPI PASAR REGIONAL DAN GLOBAL


I.                   PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Menjelang  akhir  tahun  2004  telah disepakati  oleh  negara-negara  di Asia termasuk Indonesia untuk mempercepat 2 tahun perdagangan bebas di wilayah Asia. Konsekuensi logis dari komitmen tersebut  adalah bahwa  semua  negara yang  ikut  serta dalam kesepakatan tersebut harus mengikuti aturan-aturan main yang disepakati dalam perdagangan bebas tersebut.  Masalahnya  adalah apakah kita sudah siap untuk menghadapi kondisi  tersebut. Jika tidak/belum kenapa ikut menyepakati. Jika ya, sektor dan subsektor serta komoditi apa yang dapat diandalkan untuk mengisi kegiatan perdagangan bebas tersebut. Kemudian kegiatan  usaha  dengan  klasifikasi  dan kualifikasi   usaha  seperti  apa  yang kemungkinan  dapat  ikut   secara  aktif dalam perdagangan bebas tersebut.
Tentang komoditi yang kemungkinan berpeluang  untuk  dapat  secara  aktif diperdagangkan pada pasar regional/ global yang kompetitif tersebut, tampaknya tidak ada pilihan, kecuali yang mempunyai keunggulan komparatif (comparative ad- vantages).  Komoditi  tersebut  terutama berasal dari sektor pertanian khususnya subsektor  perkebunan  dan  sektor kelautan khususnya subsektor perikanan serta sektor industri khususnya subsektor industri  pengolahan dan industri kecil. Kemudian kualifikasi usaha yang mempunyai peluang untuk dapat mengembangkan usahanya sekaligus menjadi motor penggerak perekonomian Indonesia adalah kegiatan usaha yang mempunyai  pengalaman/catatan  (track record) yang baik terutama  selama sepuluh tahun terakhir. Selanjutnya atas dasar pengalaman terutama di masa krisis tujuh tahun terakhir, pilihan untuk memprioritaskan  kegiatan usaha (pengusaha) dengan skala usaha kecil dan menengah (UKM) adalah merupakan pilihan yang cukup bijaksana. Oleh karena itu, yang  penting adalah bagaimanab mencermati kemungkinan yang akan terjadi dalam kegiatan ekonomi dunia, regional dan di Indonesia sendiri dalam kurun lima tahun kedepan. Bagaimana peluangnya bagi UKM, untuk dapat mengembangkan    kegiatan usahanya pada pasar yang kompetitif, sehingga disamping dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas usahanya juga dapat menopang secara kuat perekonomian Indonesia.















II.                PEMBAHASAN
2.1  Sekilas Mengenai Perekonomian dan Pentingnya UKM
Prospek ekonomi dunia diprakirakan membaik pada tahun 2004 dan selanjutnya melambat pada tahun 2005-2006. Di lain pihak prospek ekonomi Indonesiatahun 2004-2006 diprakirakan terus membaik, ditandai oleh pertumbuhan ekonomi yang meningkat secara bertahap hingga sekitar 6 % pada tahun 2006. Kemudian dilihat dari kontribusi sektoral, maka sektor industri, sektor perdagangan dan sektor pertanian diprakirakan menjadi sektor utama pertumbuhan PDB tahun 2004-2006 (Miranda S.Goeltom, 2004).
Walaupun terdapat kecenderungan perbaikan perekonomian Indonesia dimasa mendatang sebagai dampak dari kondisi ekonomi global, regional dan adanya perbaikan sarana dan prasarana yang dapat menunjang kegiatan ekonomi domestik, tampaknya perlu diwaspadai kemungkinan adanya beberapa isu kritis yang sering menghambat pertumbuhan ekonomi suatu negara, diantaranya adalah: (1) Tingginya pengangguran, (2) rendahnya investasi, dan (3) biaya ekonomi tinggi. Isu tingginya penganguran dan ekonomi biaya tinggi merupakan isu lama dan klasik yang selama ini belum dapat diatasi dengan baik. Kemudian isu rendahnya investasi merupakan produk dari kekurang percayaan investor terhadap kondisi perekonomian Indonesia, termasuk di dalamnya masalah politik dan keamanan. Kemungkinan isu kritis tersebut berpengaruh terhadap aktivitas ekonomi Indonesia ke depan. Oleh karena itu, harus cepat direspon oleh semua pihak, terutama pihak pemerintah khususnya dalam menen-tukan kebijakan pengembangan ekonomi nasional pada tahun 2005-2009.
Pengalaman Indonesia selama tiga puluh tahun kebelakang terutama pada tujuh tahun terakhir, memberikan informasi dan sekaligus pelajaran berharga bagi kita, bahwa pada masa lalu runtuhnya perekonomian Indonesia ternyata sebagai akibat dari kekurangmampuan pengambil keputusan di pemerintahan Indonesia saat itu dalam merespon berbagai isu kritis , seperti telah disebutkan di atas. Pada saat itu perekonomian Indonesia hanya bertumpu pada beberapa usaha skala besar (konglomerat). Oleh karena itu, respon yang cepat dan tepat terutama oleh pihak pemerintah terhadap isu kritis yang selalu menghantui kegiatan perekonomian tersebut, akan sangat bermanfaat bagi kemungkinan ketahanan dan sekaligus keamanan perekonomian Indonesia dimasa mendatang.
Dengan demikian, kebijakan pemerintah untuk memberikan kesempatan yang sama kepada kegiatan usaha kecil dan menengah (UKM) untuk dapat maju dan berkembang sesuai dengan kapasitas dan kapabilitasnya, merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi ketahanan dan keamanan perekonomian Indonesia di masa mendatang. Ini artinya bahwa UKM harus dapat tumbuh dengan baik, sehingga masalah mengenai pengangguran, rendahnya minat investasi dan ekonomi biaya tinggi dapat berkurang secara nyata.
Manggara Tambunan (2004) menyebutkan bahwa setelah krisis ekonomi berjalan selama tuijuh tahun, salah satu pelajaran berharga yang dapat diambil adalah bahwa : (1) ekonomi Indonesia tidak dapat hanya mengandalkan peranan usaha besar, (2) Usaha kecil menengah (UKM) memiliki ketahanan yang lebih baik dibandingkan dengan usaha besar karena UKM lebih efisien dan (3) hingga sekarang belum ada kejelasan kebijakan industri dan bagaimana yang diadopsi agar lebih mampu mempercepat pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja bagi pengangguran dan kemiskinan.
2.2  Analisis Usaha Kecil Menengah
Istilah “ekonomi kerakyatan” mungkin menjadi sebuah frase yang sering kita dengan ketika pemilihan umum beberapa waktu lalu. Ekonomi kerakyatan menjadi sebuah “senjata” para kandidat pemimpin tersebut untuk menarik perhatian rakyat agar memilih mereka.
Masalah ekonomi biaya tinggi hanyadapat diatasi dan diselesaikan dengan baik, apabila keberadaan pemerintahan yang bersih dan jujur dan bertanggung jawab (good governance) diupayakan secara sunguh-sungguh dan berkesinambungan. Apabila ini dapat dilaksanakan dengan baik, maka akan berdampak secara langsung terhadap penurunan terhadap ekonomi biaya tinggi, baik yang terjadi di pemerintahan maupun yang dilakukan oleh para pengusaha, termasuk pengusaha dengan skala kecil dan menengah. Paling tidak biaya untuk perijinan, restribusi dan pajak serta sejenisnya dapat mengurangi beban para pengusaha kecil dan menengah.
Kemudian masalah masih tingginya pengangguran, dapat dikurangi secara nyata apabila kemudahan bagi pengembangan UKM nyata-nyata terlaksana dengan baik. Semakin banyak jumlah UKM serta semakin berkualitas dan berkembang UKM, maka akan berpeluang untuk menyerap lebih banyak tenaga kerja.
Badan Pusat Statistik (2003) menyebutkan bahwa jumlah UKM tercatat 42,3 juta atau 99,90 % dari total jumlah unit usaha.UKM menyerap tenaga kerja sebanyak 79 juta atau 99,40 % dari total angkatan kerja.Kontribusi UKM dalam pembentukan PDB sebesar 56,70 %. Kemudian sumbangan UKM terhadap penerimaan devisa negara melalui kegiatan ekspor sebesar Rp 75,80 triliun atau 19,90 % dari total nilai ekspor.
Dengan berbagai spefikasinya, terutama modalnya yang kecil sampai tidak terlalu besar, dapat merubah produk dalam waktu yang tidak terlalu lama dan manajemennya yang relatif sederhana serta jumlahnya yang banyak dan tersebar di wilayah nusantara, menyebabkan UKM memiliki daya tahan yang cukup baik terhadap berbagai gejolak ekonomi Berbagai permasalahan mikro yang terdapat pada kebanyakan UKM, dapat menghambat UKM untuk dapat berkembang dengan baik, terutama dalam mengoptimalkan peluang yang ada. Kondisi tersebut memberikan isyarat bahwa UKM sepantasnya diberikan bantuan sesuai dengan kebutuhannya. Sehubungan dengan permasalahan secara umum yang dialami oleh UKM, Badan Pusat Statistik (2003) mengidentifikasikan sebagai berikut:
(1) Kurang permodalan
(2) Kesulitan dalam pemasaran
(3) Persaingan usaha ketat
(4) Kesulitan bahan baku
(5) kurang teknis produksi dan keahlian
(6) keterampilan manajerial kurang
(7) kurang pengetahuan manajemen keuangan
(8) iklim usaha yang kurang kondusif (perijinan, aturan/perundangan)
Bagi keperluan pengembangan usaha UKM di masa mendatang, diperlukan adanya bantuan layanan bisnis dari lembaga swasta, lembaga pemerintah dan individu sesuai dengan kekurangan masing-masing UKM. Hasil penelitian kerjasama Kementerian KUKM dengan BPS (2003) menginformasikan bahwa jenis layanan yang paling banyak diharapkan dari lembaga pelayanan bisnis (LPB) atau business development services provider (BDSP) adalah: fasilitasi permodalan (84,79%,) fasilitasi perluasan pemasaran (79,64 %), fasilitasi jasa informasi (76,03 %), fasilitasi pengembangan desain produk, organisasi dan manajemen (58,51 %), fasilitasi penyusunan proposal pengembangan usaha (55,93 %), fasilitasi pengembangan teknologi (54,38 %). Hasil penelitian tersebut lebih lanjut mengemukakan bahwa UKM yang mengalami kesulitan usaha 72,47 % sisanya 27,53 % tidak ada masalah Dari 72,47 % yang mengalami kesulitan usaha tersebut, terutama meliputi kesulitan: (1) Permodalan (51,09 %), (2) Pemasaran (34,72 %), (3)Bahan baku (8,59%), (4) Ketenagakerjaan (1,09 %), (5) Distribusi transportasi (0,22%), dan (6) Lainnya (3,93 %). Lebih lanjut disebutkan bahwa dalam mengatasi kesulitan permodalannya diketahui sebanyak 17,50 % UKM menambah modalnya dengan meminjam ke bank, sisanya 82,50 % tidak melakukan pinjaman ke bank tetapi ke lembaga Non bank seperti Koperasi Simpan Pinjam (KSP), perorangan, keluarga, modal ventura, lainnya. Alasan utama yang dikemukakan oleh UKM kenapa mereka tidak meminjam ke bank adalah: (1) prosedur sulit (30,30 %), (2) Tidak berminat (25,34 %), (3) Tidak punya agunan (19,28 %), (4) Tidak tahu prosedur (14,33 %), (5) Suku bunga tinggi (8,82 %), dan (6) Proposal ditolak (1,93 %) Penelitian yang dilakukan Gofur Ahmad (2004) terhadap UKM yang berusaha di bidang pengrajin garmen yang berlokasi di Sentra Warung Buncit, diantaranya menyebutkan bahwa saat ini yang paling dibutuhkan oleh pengrajin adalah adanya bantuan modal berupa kredit lunak, agar mereka dapat mengembangkan usaha mereka di bidang garmen. Hal ini dapat dilihat dari 82,30 % pengrajin merasa tidak memiliki cukup modal untuk mengembangkan usahanya. Sementara untuk menanggulangi kekurangan modal tersebut, mereka mengatakan tidak tahu secara persis kepada siapa atau llembaga mana mereka harus mencari bantuan modalnya. Di satu sisi UKM pada umumnya sangat memerlukan bantuan permodalan bagi pengembangan usahanya, tetapi di lain sisi perbankan dan mungkin juga perorangan masih kelebihan dana. Walaupun secara makro penyaluran kredit bagi UKM terus meningkat dalam lima tahun terakhir ini, ternyata peningkatan terbesar masih berada pada kredit konsumsi. Peningkatan kredit perbankan untuk UKM khususnya bagi keperluan tambahan modal kerja dan investasi masih jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan kredit konsumsi. Untuk lebih jelasnya dapat di lihat pada Tabel 1. Atas dasar kondisi tersebut, tampaknya sangat mutlak diperlukan adanya bantuan bagi UKM, yaitu: (1) layanan untuk dapat akses ke lembaga keuangan, dan (2) tersedianya lembaga jaminan kredit yang permanent bagi UKM. Maulana Ibrahim (2004) mengemukakan bahwa berdasarkan data business plan 13 bank umum yang menguasai sekitar 80 % total asset perbankan nasional termasuk BPR diketahui bahwa porsi penyaluran dana bagi UMKM dari kalangan perbankan direncanakan atau ditargetkan sebesar Rp 38,50 triliun. Sampai dengan akhir bulan juni 2004 sudah terealisasi sebesarRp 30, 90 triliun atau 80,40 %.
Apabila dibandingkan dengan tahun 2003, realisasi penyaluran kredit bagi UKM tahun 2004 tersebut meningkat dari Rp 27 triliun menjadi Rp 30,90 triliun, namun demikian targetnya menurun dari Rp 42,30 Triliun menjadi Rp 38,50 triliun. Perlu diketahui pula bahwa posisi Juni 2004 Non Performing Loans (NPLs) kredit UMKM sebesar 4,40 % , kondisi ini ternyata lebih kecil dari NPLs total kredit perbankan sebesar 6,20 %.
Masalah pemasaran yang terjadi pada rata-rata UKM terutama dengan skala kecil sesuai dengan penelitian Anonimous (2003) adalah sebagai akibat dari banyak faktor, yaitu: (1) Banyak pesaing (53,77 %), (2) harga jual rendah (27,40 %), (3) Pasar jenuh (6,51 %), (4) Informasi kurang memadai (4,45 %), dan (5) Lainnya (7,88%). Masalah lainnya yang juga berpe-ngaruh terhadap pengembangan usaha UKMK adalah kesulitan bahan baku. Kesulitan mendapatkan bahan baku tersebut, secara rinci sebagai dampak dari: (1) Harganya mahal (51,30 %), (2) Langka (31,82 %), (3) kualitas kurang baik (9,74 %), dan (4) Lainnya (7,14 %).
Atas dasar kondisi seperti dikemukakan terdahulu, dapat disebutkan bahwa secara umum permasalahan utama yang dialami oleh UKM ada tiga hal, yaitu: (1) Kurang permodalan (modal kerja dan Investasi), (2) Pasar yang sangat bersaing (produsen banyak dan harga jual yang sama atau mendekati harga pokok produksi, dan (3) Sulit mendapatkan bahan baku (harganya tinggi dan sulit didapat).
Kondisi tersebut akan sangat menyulitkan UKM untuk dapat berkembang dengan baik. Oleh karena itu, agar usaha UKM dapat berkembang dengan baik diperlukan adanya bantuan bimbingan atau layanan bisnis yang jenisnya disesuaikan dengan masalah yang dihadapi oleh setiap kelompok UKM yang mengusahakan produk sejenis, sehingga UKM dapat mengakses ke sumber pembiayaan, pemasaran (pasar output) dan sumber bahan baku (pasar input). Ini artinya bahwa dalam mengembangkan UKM untuk lima tahun ke depan diperlukan adanya strategi yang paradigmanya berubah dari strategi yang mungkin pernah dilakukan di masa yang lalu. Salah satu dasar strategi tersebut adalah menggunakan pendekatan kluster. Pendekatan klaster tampaknya merupakan pilihan yang bijaksana bagi pengembangan UKM di masa mendatang.
2.3  Pendekatan Kluster
Pendekatan kluster tampaknya merupakan pendekatan yang sistematik dalam upaya mengembangkan UKM. Pendekatan kluster ini tidak mudah dilakukan, karena memerlukan berbagai persyaratan, namun demikian pendekatan ini dapat dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan serta konsisten. Konsekuensi logis dari pendekatan ini adalah bahwa komoditi yang diusahakan benar-benar terpilih, paling tidak punya keunggulan komparatif, orang-orang yang ada di dalamnya mempunyai kesadaran dan kemauan yang cukup tinggi termasuk di dalamnya akhlak yang baik, perlu adanya aglomerasi dan kaitan hulu-hilir, sarana dan prasarana pendukung yang memadai.
C. Richard Hatch di dalam Anonimous (2003) mengusulkan pengembangan jejaring UKM dengan pendekatan klaster, meliputi:
1.      mengembangkan kriteria untuk menyeleksi partner (pasangan) yang memiliki pengalaman dan pengetahuan lokal yang memadai.
  1. mengkaji system bisnis dan operasi secara internal setiap pelaku bisnis yang akan dikembangkan
3.      mengembangkan kurikulum dan materi pelatihan bagi UKM, broker/ pialang bisnis atau konsultan BDS Providers dan dikomunikasikan lewat berbagai media termasuk internet
  1. merancang skim subsidi yang efi-sien yang dapat mencegah terjadinya distorsi untuk menutupi biaya awal bagi pialang jejaring bisnis
  1. menyediakan bantuan teknis bagi setiap UKM yang bekerjasama
  1. merancang dan melakukan evaluasi secara seksama setiap upaya pengembangan jejaring bisnis melalui klaster UKM
  1. memberikan perhatian dari berbagai usulan kajian yang dilakukan oleh staf, pihak-pihak yang bekerja-sama, pialang bisnis termasuk BDS provider dalam penyempurnaan setiap konsep yang akan dikem-bangkan dalam pengembangan klaster UKM
Sehubungan dengan masalah pendekatan kluster, Suhendar Sulaeman dan Eriyatno (2002) mengemukakan bahwa: pada tingkat yang cukup luas (meso) berbagai kebijakan yang menyangkut BDS akan dapat menjadi suatu hal yang penting bagi terciptanya suatu cluster dan network yang kompetitif.Kebijakan pengembangan/ peningkatan infrastruktur, kualitas SDM dan penguasaan teknologi, merupakan suatu perangkat penting dalam mendinamisasikan dan mengembangkan kluster (cluster) dan jejaring (networing) Kemudian UNTCTAD di dalam Suhendar S dan Eriyatno (2002) menyebutkan bahwa dalam praktek, upaya pengembangan UKM melalui kluster perlu inisiatif/upaya sebagai berikut: 1) terciptanya BDS, 2) adanya lingkungan industri, pusat ilmu pengetahuan dan teknologi, inkubator, infrastruktur dasar, 3) mengupayakan adanya sekolah-sekolah teknik, 4) terciptanya program jejaring industri, dan 5) terciptanya jejaring informasi.
Kluster dapat dikembangkan dari yang sebelumnya sudah ada semacam sentra, misalnya sentra produksi komoditi tertentu, atau ditumbuhkan dari kondisi tidak terdapat sentra tetapi punya potensi cukup baik. Khusus kluster yang dikembangkan dari sentra, telah ditentukan kriterianya. Kriteria sentra yang dapat difasilitasi untuk ditumbuhkem-bangkan menjadi kluster sesuai dengan Kepmen Koperasi dan UKM No. 32/Kep/ M.KUKM/IV/2003 ditetapkan adalah:
1.      terdapat sejumlah UKM, dengan kapasitas produksi yang memadai dalam kawasan sentra yang memiliki prospek untuk berkembang menjadi klaster UKM dengan mar-ket share yang layak
2.      mempunyai omset penjualan mini-mal mencapai Rp 200 juta/bulan
3.      mempunyai prospek pasar yang berkelanjutan
4.      mempunyai jaringan kemitraan da-lam pengadaan bahan baku maupun pemasaran
5.      mampu menyerap tenaga kerja mini-mal 40 orang dalam sentra
6.      mengutamakan bahan baku lokal
7.      menggunakan tekonologi yang ber-potensi meningkatkan mutu produk
8.      tersedianya sarana dan prasarana pendukung

Kemudian lebih lanjut disebutkan bahwa sentra yang sesuai dengan kriteria kepmen tersebut, oleh pemerintah melalui Kementerian UKM akan diiberi dukungan perkuatan: Modal awal padanan (MAP), Busines Development Services (BDS), dan pelatihan-pelatihan.
Pendekatan kluster idealnya akan dapat memecahkan sebagian besar masalah yang ada dalam pengembangan usaha UKM. Pendekatan sentra secara operasional dapat diidentikkan dengan pendekatan kebersamaan ekonomi. Sejatinya bahwa hasil akhir dari pendekatan kluster ini diharapkan dapat menghasilkan produk oleh produsen yang ada di dalam kluster bisnis ini, diharapkan mempunyai peluang untuk menjadi produk yang mempunyai keunggulan kompetitif, sehingga dapat bersaing di pasar regional dan global.
2.4  Strategi Pengembangan UKM
Strategi yang diterapkan dalam upaya mengembangkan UKM di masa depan terlebih dalam menghadapi pasar bebas di tingkat regional dan global, sebaiknya memperhatikan kekuatan dan tantangan yang ada, serta mengacu pada beberapa hal sebagai berikut:
  1. Menciptakan iklim usaha yang kondusif dan menyediakan lingkungan yang mampu mendorong pengembangan UKM secara sistemik, mandiri dan berkelanjutan
  1. Mempermudah perijinan, pajak dan restribusi lainnya,
  1. Mempermudah akses pada bahan baku, teknologi dan informasi
  1. Menyediakan bantuan teknis (pelatihan, penelitian) dan pendampingan dan manajemen (SDM,keuangan dan pemasaran) melalui BDSP.

  1. Secara rutin BDSP melakukan pertemuan, lokakarya model pelayanan bisnis yang baik dan tepat
  1. Mendorong BDSP untuk masing-masing memiliki keahlian khusus (spesialis), seperti: di bidang pengembangan SDM, keuangan, pemasaran. Ini terutama diperlukan bagi upaya pelayanan kepada usaha menengah yang pasarnya regional dan global
  1. Menciptakan system penjaminan kredit (financial guarantee system) yang terutama di sponsori oleh pemerintah pusat dan daerah
  1. Secara bertahap dan berkelanjutan mentransformasi sentra bisnis (parsial) menjadi kluster bisnis (sistematik)














III.             PENUTUP
3.1  KESIMPULAN
Pengembangan UKM berarti disamping meningkatkan kualitas dan kuantitas kegiatan usaha UKM tersebut, juga dapat dijadikan andalan dalam meningkatkan pembangunan perekonomian Indonesaia.
UKM yang dapat diandalkan untuk bersaing di pasar regional dan global, adalah UKM yang mengusahakan produk yang mempunyai keunggulan koperatif dan atau keunggulan kompetitif.
Kluster bisnis merupakan pengembangan usaha UKM secara sistemik sehingga UKM yang ada di dalamnya mempunyai peluang untuk menjadi usaha yang andal dan kompetitif.
Menetapkan UKm sebagai motor penggerak pembangunan ekonomi nasional di masa mendatang merupakan pilihan yang sangat tepat dan bijaksana. Namun harus dilengkapi dengan  strategi dan pengembangan yang tepat.









DAFTAR PUSTAKA
Anonimous. 2003. Grand Strategi Pengembangan Sentra UKM. Kementrian Koperasi dan UKM RI, Jakarta.
Anonomous. 2003. Pengkajian Dukungan Finansial dan Non Finansial Dalam Pengembangan Sentra bisnis Usaha Kecil dan Menengah. Kerjasama Kementrian
Koperasi dan UKM dengan BPS, Jakarta.
Gofur Ahmad. 2004. Analisis Potensi Usaha pengrajin Sentra Industri Kecil Garmen. Jurnal Bisnis dan Manajemen. Program Magister Manajemen Universitas muhammadiyah Jakarta (UMJ), Jakarta.
Manggara Tambunan. 2004. Melangkah Ke Depan Bersama UKM. Makalah pada Debat Ekonomi ESEI 2004, Jakarta Convention Centre 15-16 september 2004.
Maulana Ibrahim. 2004. Mendorong Peran UMKM Dalam Pertekonomian Indonesia di Masa Depan. Makalah pada Debat Ekonomi ESEI 2004, Jakarta Convention Centre 15-16 september 2004.
Miranda S. Goeltom. 2004. Prospek Ekonomi 2004-2006 dan Tantangan
Kebijakan Makro Ekonomi Pemerintahan Baru. Makalah pada Debat Ekonomi ESEI 2004, Jakarta Convention Centre 15-16 september 2004.
Suhendar Sulaeman dan Eriyatno. 2001. Rekayasa Kemitraan Usaha dan Peran BDS dalam Pengembangan Ekonomi Lokal, di dalam Bunga Rampai “Kemitraan Dalam Pengembangan Ekonomi Lokal. Penerbit Yayasan Mitra Pembangunan Desa-Kota dan BIC-Indonesia, Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar