I.
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Membahas tentang aborsi sudah
bukan merupakan hal yang tabu dibicarakan. Permasalahan ini sudah menjadi hal
yang aktual dan peristiwanya dapat terjadi dimana saja yang dilakukan oleh
berbagai kalangan mulai dari remaja sampai dewasa.
Kelahiran anak yang
seharusnya dianggap sebagai suatu anugerah yang tidak terhingga dari Allah SWT
sebagai sang pencipta justru dianggap sebagai suatu beban yang kehadirannya
tidak diinginkan. Ironis sekali, karena di satu sisi sekian banyak pasangan
suami isteri yang mendambakan kehadiran seorang anak selama bertahun-tahun masa
perkawinan , namun di sisi lain ada pasangan yang tidak mengakui dan membuang
anaknya bahkan membunuh janin yang masih dalam kandungan tanpa pertimbangan
nurani kemanusiaan.
Data WHO (World Health
Organization) menyebutkan bahwa 15-50% kematian ibu disebabkan oleh pengguguran
(aborsi) yang tidak aman. Dari 20 juta pengguguran kandungan tidak aman yang
dilakukan tiap tahun, ditemukan 70.000 perempuan meninggal dunia. Dengan kata
lain, 1 dari 8 ibu meninggal dunia akibat aborsi yang tidak aman.
Tanpa mengemukakan data statistik
sekalipun, umumnya masyarakat mengetahui bahwa praktek aborsi banyak terjadi di
masyarakat. Aborsi menjadi fenomena dan problem sosial yang hingga kini banyak
mendapat perhatian dari berbagai kalangan karena berkaitan dengan penghormatan
terhadap manusia meskipun masih dalam proses pertumbuhan, oleh karena itu
tindakan aborsi yang dilakukan tanpa alasan darurat atau indikasi medis,
merupakan tindak kriminal dan bertentangan dengan norma-norma yang berlaku
dalam masyarakat, berlawanan dengan moralitas manusia, secara medis merugikan
kesehatan bahkan dapat mengancam jiwa pelakunya, dan dapat menimbulkan penyakit
kejiwaan (stress, depresi dan psychosomatis) bagi pelakunya.
Dari sisi hukum positif Indonesia,
tindakan aborsi diancam dengan hukuman pidana yang secara umum diatur dalam
pasal 346 sampai dengan 349 KUHP dengan ancaman maksimal empat tahun penjara
bagi wanita yang dengan sengaja melakukan tindakan aborsi tersebut. Dan secara
khusus tindakan aborsi diatur dalam undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan, pasal 15
ayat (1) dan (2) dan pelanggaran terhadap pasal 15 tersebut diancam dengan
pasal 80 ayat (1) dengan pidana penjara maksimal 15 tahun dan denda Rp
500.000.000 (lima ratus juta rupiah).
Dalam Al Qur’an dan hadits diterangkan
tentang proses kejadian manusia yang tercipta secara bertahap dan sistematis. Meskipun terjadi pro
dan kontra tentang penentuan proses kehidupan dan penghentian atau mematikan
proses kehidupan ini dapat dikategorikan pembunuhan tetapi sebagian besar Ulama
klasik dan kontemporer sepakat, bahwa awal proses kehidupan manusia sejak
terjadi konsepsi (pertemuan sperma dan ovun). Dan sejak itu aborsi hukumnya
haram dan merupakan tindakan kriminal atau jarimah, kecuali dalam kondisi
darurat/indikasi medis.
B. Rumusan
Masalah
Pertama-tama harus dideklarasikan bahwa
aborsi bukanlah semata masalah medis atau kesehatan masyarakat, melainkan juga
problem sosial yang terkait dengan paham kebebasan (freedom/liberalism)
yang dianut suatu masyarakat.
Paham
asing ini tak diragukan lagi telah menjadi pintu masuk bagi merajalelanya
kasus-kasus aborsi, dalam masyarakat mana pun. Data-data statistik yang ada
telah membuktikannya. Di luar negeri, khususnya di Amerika Serikat, dua badan
utama, yaitu Federal Centers for Disease Control (FCDC) dan Alan
Guttmacher Institute (AGI), telah mengumpulkan data aborsi yang
menunjukkan bahwa jumlah nyawa yang dibunuh dalam kasus aborsi di Amerika yaitu
hampir 2 juta jiwa, lebih banyak dari jumlah nyawa manusia yang dibunuh dalam
perang mana pun dalam sejarah negara itu. Sebagai gambaran, jumlah kematian
orang Amerika Serikat dari tiap-tiap perang adalah: Perang Vietnam 58.151 jiwa,
Perang Korea 54.246 jiwa, Perang Dunia II 407.316 jiwa, Perang Dunia I 116.708
jiwa, Civil War (Perang Sipil) 498.332 jiwa. Secara total, dalam
sejarah dunia, jumlah kematian karena aborsi jauh melebihi jumlah orang yang
meninggal dalam semua perang jika digabungkan sekaligus.
Data tersebut ternyata sejalan dengan
data statistik yang menunjukkan bahwa mayoritas orang Amerika (62 %)
berpendirian bahwa hubungan seksual dengan pasangan lain, sah-sah saja
dilakukan. Mereka beralasan toh orang lain melakukan hal yang serupa
dan semua orang melakukannya (James Patterson dan Peter Kim, 1991, The Day
America Told The Thruth dalam Dr. Muhammad Bin Saud Al Basyr, Amerika
di Ambang Keruntuhan, 1995, hal. 19).
Di Indonesia yang mayoritas penduduknya
muslim ini, ada gejala-gejala memprihatinkan yang menunjukkan bahwa pelaku
aborsi jumlahnya juga cukup signifikan. Memang frekuensi terjadinya aborsi
sangat sulit dihitung secara akurat,
karena
aborsi buatan sangat sering terjadi tanpa dilaporkan kecuali jika terjadi
komplikasi, sehingga perlu perawatan di rumah sakit. Akan tetapi, berdasarkan
perkiraan dari BKBN, ada sekitar 2.000.000 kasus aborsi yang terjadi setiap
tahunnya di Indonesia. Berarti ada 2.000.000 nyawa yang dibunuh setiap tahunnya
secara keji tanpa banyak yang tahu (Aborsi.net). Pada 9 Mei 2001 Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan
(waktu itu) Dra. Hj. Khofifah Indar Parawansa dalam Seminar “Upaya Cegah
Tangkal terhadap Kekerasan Seksual Pada Anak Perempuan” yang diadakan Lembaga
Perlindungan Anak (LPA) Jatim di FISIP Universitas Airlangga Surabaya
menyatakan, “Angka aborsi saat ini mencapai 2,3 juta dan setiap tahun ada
trend meningkat.” (www.indokini.com). Ginekolog dan Konsultan Seks, dr.
Boyke Dian Nugraha, dalam seminar “Pendidikan Seks bagi Mahasiswa” di
Universitas Nasional Jakarta, akhir bulan April 2001 lalu menyatakan, setiap
tahun terjadi 750.000 sampai 1,5 juta aborsi di Indonesia
(www.suarapembaruan.com).
Dan ternyata pula,
data tersebut selaras dengan data-data pergaulan bebas di Indonesia yang
mencerminkan dianutnya nilai-nilai kebebasan yang sekularistik. Mengutip hasil
survei yang dilakukan Chandi Salmon Conrad di Rumah Gaul binaan Yayasan Pelita
Ilmu Jakarta, Prof. Dr. Fawzia Aswin Hadis pada Simposium Menuju Era Baru
Gerakan Keluarga Berencana Nasional, di Hotel Sahid Jakarta mengungkapkan ada
42 % remaja yang menyatakan pernah berhubungan seks; 52 % di antaranya masih
aktif menjalaninya. Survei ini dilakukan di Rumah Gaul Blok M, melibatkan 117
remaja berusia sekitar 13 hingga 20 tahun. Kebanyakan dari mereka (60 %) adalah
wanita. Sebagian besar dari kalangan menengah ke atas yang berdomisili di
Jakarta Selatan (www.kompas.com).
Berdasarkan hal
ini, dapat disimpulkan bahwa aborsi memang merupakan problem sosial yang
terkait dengan paham kebebasan (freedom/liberalism) yang
lahir dari paham sekularisme, yaitu pemisahan agama dari kehidupan (Abdul
Qadim Zallum, 1998).
|
“Maka demi
Tuhanmu, mereka pada hakikatnya tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu
(Muhammad) sebagai pemutus perkara yang mereka perselisihkan di antara mereka.”
(Qs. an-Nisaa` [4]: 65).
|
“Dan tidak
patut bagi seorang mu`min laki-laki dan mu`min perempuan, jika Allah dan
Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang
lain) tentang urusan mereka.” (Qs. al-Ahzab [33]: 36).
C. Tujuan
Pembahasan
Angka aborsi
di Indonesia sangatlah
tinggi dan sebagian besarnya dilakukan dengan cara tidak aman serta dengan
alasan yang tidak logis dan tidak manusiawi. Selain itu pandangan terhadap
hukum aborsi sering salah ditafsirkan baik pandangan menurut agama maupun
secara hukum negara. Hal tersebut perlu diperjelas agar pandangan terhadap hukum
aborsi sesuai dengan pandangan agama dan bukan dipermudah sesuai keinginan
pelaku aborsi.
Pelaku aborsi yang
berdasarkan data-data yang berhasil ditemukan menunjukkan sebagian besarnya
adalah remaja dalam usia sekolah yang terjerumus pergaulan bebas. Oleh karena
itu perhatian orang tua sangatlah diperlukan dalam pengendalian pergaulan anak
tapi bukan untuk mengekang anak.
II.
TEORI
ABORSI
A. Pengertian dan Proses Aborsi
Aborsi secara umum
adalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibat-akibat tertentu) sebelum buah
kehamilan tersebut mampu untuk hidup di luar kandungan. (JNPK-KR, 1999)
(www.jender.or.id) Secara lebih spesifik, Ensiklopedia Indonesia
memberikan pengertian aborsi sebagai berikut: “Pengakhiran kehamilan
sebelum masa gestasi 28 minggu atau sebelum janin mencapai berat 1.000 gram.”
Definisi lain menyatakan, aborsi adalah pengeluaran hasil konsepsi pada usia
kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Aborsi
merupakan suatu proses pengakhiran hidup dari janin sebelum diberi kesempatan
untuk bertumbuh (Kapita Seleksi Kedokteran, Edisi 3, halaman 260).
Dalam dunia
kedokteran dikenal 3 macam aborsi, yaitu:
1.
Aborsi
Spontan/Alamiah atau Abortus Spontaneus
2.
Aborsi
Buatan/Sengaja atau Abortus Provocatus Criminalis
3.
Aborsi
Terapeutik/ Medis atau Abortus Provocatus Therapeuticum/ medicinalis
Aborsi spontan/
alamiah berlangsung tanpa tindakan apapun. Kebanyakan
disebabkan karena kurang baiknya kualitas sel telur dan sel sperma.
Aborsi buatan/ sengaja/ Abortus
Provocatus Criminalis adalah pengakhiran kehamilan sebelum usia kandungan 20
minggu atau berat janin kurang dari 500 gram sebagai suatu akibat tindakan yang
disengaja dan disadari oleh calon ibu maupun si pelaksana aborsi (dalam hal ini
dokter, bidan atau dukun beranak).
Aborsi terapeutik / Abortus Provocatus
therapeuticum adalah pengguguran kandungan buatan yang dilakukan atas indikasi
medik. Sebagai contoh, calon ibu yang sedang hamil tetapi mempunyai penyakit
darah tinggi menahun atau penyakit jantung yang parah yang dapat membahayakan
baik calon ibu maupun janin yang dikandungnya. Tetapi ini semua atas pertimbangan medis yang matang dan
tidak tergesa-gesa (www.genetik2000.com).
Pelaksanaan aborsi
adalah sebagai berikut. Kalau kehamilan lebih
muda, lebih mudah dilakukan. Makin besar makin lebih sulit dan resikonya makin
banyak bagi si ibu, cara-cara yang dilakukan di kilnik-klinik aborsi itu
bermacam-macam, biasanya tergantung dari besar kecilnya janinnya.
1.
Abortus untuk kehamilan
sampai 12 minggu biasanya dilakukan dengan MR/ Menstrual Regulation
yaitu dengan penyedotan (semacam alat penghisap debu yang biasa, tetapi 2 kali
lebih kuat).
2.
Pada
janin yang lebih besar (sampai 16 minggu) dengan cara Dilatasi & Curetage.
3.
Sampai
24 minggu. Di sini bayi sudah besar sekali, sebab itu biasanya harus dibunuh
lebih dahulu dengan meracuni dia. Misalnya dengan cairan garam yang pekat
seperti saline. Dengan jarum khusus, obat itu langsung disuntikkan ke dalam
rahim, ke dalam air ketuban, sehingga anaknya keracunan, kulitnya terbakar,
lalu mati.
4.
Di
atas 28 minggu biasanya dilakukan dengan suntikan prostaglandin sehingga
terjadi proses kelahiran buatan dan anak itu dipaksakan untuk keluar dari
tempat pemeliharaan dan perlindungannya.
5.
Juga
dipakai cara operasi Sesaria seperti pada kehamilan yang biasa (www.genetik2000.com)
B. Alasan Aborsi
Dengan berbagai
alasan seseorang melakukan aborsi tetapi alasan yang paling utama adalah
alasan-alasan non-medis. Di Amerika Serikat alasan aborsi antara lain:
1.
Tidak
ingin memiliki anak karena khawatir menggangu karir, sekolah, atau tanggung
jawab yang lain.
2.
Tidak memiliki cukup
uang untuk merawat anak.
3.
Tidak ingin memiliki
anak tanpa ayah.
Alasan lain yang sering dilontarkan
adalah masih terlalu muda (terutama mereka yang hamil di luar nikah), aib
keluarga, atau sudah memiliki banyak anak. Ada orang yang menggugurkan
kandungan karena tidak mengerti apa yang mereka lakukan. Mereka tidak tahu akan
keajaiban-keajaiban yang dirasakan seorang calon ibu, saat merasakan gerakan
dan geliatan anak dalam kandungannya.
Alasan-alasan seperti ini juga diberikan
oleh para wanita di Indonesia yang mencoba meyakinkan dirinya bahwa membunuh
janin yang ada di dalam kandungannya adalah boleh dan benar. Semua
alasan-alasan ini tidak berdasar.
Sebaliknya, alasan-alasan ini hanya
menunjukkan ketidak pedulian seorang wanita, yang hanya mementingkan dirinya
sendiri (www.genetik2000.com)
Data ini juga didukung oleh studi dari
Aida Torres dan Jacqueline Sarroch Forrest (1998) yang menyatakan bahwa hanya
1% kasus aborsi karena perkosaan atau incest (hubungan intim satu darah), 3%
karena membahayakan nyawa calon ibu, dan 3% karena janin akan bertumbuh dengan
cacat tubuh yang serius. Sedangkan 93% kasus aborsi adalah karena alasan-alasan
yang sifatnya untuk kepentingan diri sendiri termasuk takut tidak mampu
membiayai, takut dikucilkan, malu, atau gengsi (www.genetik2000.com).
C. Aborsi Menurut Hukum Islam
Islam sebagai agama yang mempunyai
ajaran universal, yang mengatur umat manusia dalam berbagai bidang, tidak hanya
bidang ‘ubudiah/ mahdhah, yaitu dikerjakan
apa-apa yang hanya diperintahkan Allah, tetapi adanya pengaturan dibidang
ibadah dalam muamalah. Dalam pelaksanaan kegiatan tersebut harus sesuai dengan
prinsip-prinsip yang telah diatur.
Adapun pengertian prinsip dalam Kamus
Bahasa Indonesia adalah asas atau kebenaran yang menjadi pokok dasar berpikir,
bertindak dan sebagainya.
Dr. Abdurrahman Al Baghdadi
(1998) dalam bukunya Emansipasi Adakah Dalam Islam halaman
127-128 menyebutkan bahwa aborsi dapat dilakukan sebelum atau sesudah ruh
(nyawa) ditiupkan. Jika dilakukan setelah setelah ditiupkannya ruh, yaitu
setelah 4 (empat) bulan masa kehamilan, maka semua ulama ahli fiqih (fuqoha)
sepakat akan keharamannya. Tetapi para ulama fiqih berbeda pendapat jika aborsi
dilakukan sebelum ditiupkannya ruh. Sebagian memperbolehkan dan sebagiannya
mengharamkannya.
Yang memperbolehkan aborsi sebelum
peniupan ruh, antara lain Muhammad Ramli (w. 1596 M) dalam
kitabnya An Nihayah dengan alasan karena belum ada makhluk yang
bernyawa. Ada pula yang memandangnya makruh, dengan alasan karena janin sedang
mengalami pertumbuhan.
Yang mengharamkan aborsi sebelum
peniupan ruh antara lain Ibnu Hajar (w. 1567 M) dalam kitabnya
At Tuhfah dan Al Ghazali dalam kitabnya Ihya`
Ulumiddin. Bahkan Mahmud Syaltut, mantan Rektor Universitas Al Azhar
Mesir berpendapat bahwa sejak bertemunya sel sperma dengan ovum (sel telur)
maka aborsi adalah haram, sebab sudah ada kehidupan pada kandungan yang sedang
mengalami pertumbuhan dan persiapan untuk menjadi makhluk baru yang bernyawa
yang bernama manusia yang harus dihormati dan dilindungi eksistensinya. Akan
makin jahat dan besar dosanya, jika aborsi dilakukan setelah janin bernyawa,
dan akan lebih besar lagi dosanya kalau bayi yang baru lahir dari kandungan
sampai dibuang atau dibunuh (Masjfuk Zuhdi, 1993, Masail
Fiqhiyah Kapita Selekta Hukum Islam, halaman 81; M. Ali Hasan,
1995, Masail Fiqhiyah Al Haditsah Pada Masalah-Masalah Kontemporer Hukum
Islam, halaman 57; Cholil Uman, 1994, Agama
Menjawab Tentang Berbagai Masalah Abad Modern, halaman 91-93; Mahjuddin,
1990, Masailul Fiqhiyah Berbagai Kasus Yang Yang Dihadapi Hukum Islam
Masa Kini, halaman 77-79).
Pendapat yang disepakati fuqoha, yaitu
bahwa haram hukumnya melakukan aborsi setelah ditiupkannya ruh (empat bulan),
didasarkan pada kenyataan bahwa peniupan ruh terjadi setelah 4 (empat) bulan
masa kehamilan. Abdullah bin Mas’ud berkata bahwa Rasulullah Saw telah
bersabda:
“Sesungguhnya setiap kamu terkumpul
kejadiannya dalam perut ibumu selama 40 hari dalam bentuk ‘nuthfah’, kemudian
dalam bentuk ‘alaqah’ selama itu pula, kemudian dalam bentuk ‘mudghah’ selama
itu pula, kemudian ditiupkan ruh kepadanya.” [HR. Bukhari, Muslim,
Abu Dawud, Ahmad, dan Tirmidzi].
Maka dari itu, aborsi setelah kandungan
berumur 4 bulan adalah haram, karena berarti membunuh makhluk yang sudah
bernyawa. Dan ini termasuk dalam kategori pembunuhan yang keharamannya antara
lain didasarkan pada dalil-dalil syar’i berikut. Firman Allah SWT:
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar