BAB I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Koperasi
merupakan organisasi ekonomi yang berasaskan kekeluargaan dengan mengutamakan
rasa persaudaraan, solidaritas dan persaudaraan diantara para anggota. Koperasi
hadir ditengah-tengah masyarakat dengan mengemban tugas dan tujuan untuk
mewujudkan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.
Koperasi
merupakan suatu badan usaha bersama yang berjuang dalam bidang ekonomi dengan
menempuh jalan yang tepat dan mantap dengan tujuan membebaskan dari para
anggotanya dari kesulitan-kesulitan ekonomi yang diderita mereka
(Kartosapoetra, dkk 1991: 1).
Pasal
33 Ayat 1 UUD 1945 yang berbunyi “ Perekonomian disusun sebagai usaha bersama
berdasarkan asas kekeluargaan”. Bentuk badan usaha yang sesuai dengan bunyi
dari pasal tersebut adalah koperasi. Hal ini dipertegas dengan Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1992 tentang Koperasi, yang menyatakan bahwa
: “Koperasi sebagai gerakan ekonomi rakyat maupun sebagai badan usaha berperan
serta untuk mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berlandaskan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam tata perekonomian nasional yang
disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan”
Sebagai
badan usaha rakyat, koperasi perlu membangun diri dan meningkatkan diri, serta
mampu bersaing dengan badan usaha lain berdasarkan prinsip koperasi, sehingga
diharapkan, koperasi sebagai badan usaha rakyat, mampu berperan sebagai soko
guru perekonomian nasional yang berfungsi memperkokoh perekonomian rakyat, dan
membangun tatanan perekonomian nasional berlandaskan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945.
Dalam
rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur koperasi harus berpijak
pada landasan yang benar. Landasan koperasi Indonesia adalah Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945. Sebagai organisasi yang berwatak sosial, dasar
pendirian koperasi berbeda dengan dasar pendirian perusahaan lain seperti Firma
dan Perseroan. Pendirian koperasi di latarbelakangi oleh keinginan masyarakat
golongan ekonomi lemah untuk memperbaiki ekonomi mereka.
Di
Indonesia dikenal dua macam bentuk koperasi, yaitu Koperasi primer dan Koperasi
sekunder. Koperasi primer adalah koperasi yang beranggotakan orang perorangan,
melalui usaha untuk memenuhi kebutuhan anggota secara perorangan. Koperasi
sekunder merupakan himpunan dari Koperasi primer yang di bentuk sekurang
kurangnya dari tiga Koperasi primer. Salah satu bentuk Koperasi primer adalah
Koperasi Unit Desa yang merupakan suatu kesatuan ekonomi dari masyarakat yang
mempunyai fungsi sebagai penyalur sarana produksi, khususnya pengadaan pangan
dan pengembangan ekonomi rakyat yang berguna untuk meningkatkan taraf hidup
masyarakat terutama di wilayah pedesaan.
Dalam
Instruksi Presiden Koperasi Unit Desa adalah suatu organisasi ekonomi yang
berwatak sosial dan dalam rangka merupakan wadah dari pengembangan berbagai
kegiatan ekonomi masyarakat pedesaan yang diselenggarakan oleh untuk masyarakat
itu sendiri. Dalam hal ini Koperasi Unit Desa harus mampu memberikan berbagai
pelayanan dalam berbagai bidang kegiatan ekonomi serta kebutuhan parta
anggotanya maupun masyarakat sekitarnya. Sebagai koperasi pedesaan yang
melayani kegiatan perekonomian seperti perkreditan, penyaluran dan pengadaan
pangan, pengolahan dan pemasaran hasil produksi serta kegiatan perekonomian
lainnya, tentu saja dibutuhkan kerja sama antar anggota koperasi.
Anggota
merupakan komponen terpenting dalam pembentukan sebuah koperasi, dengan tugas
dan bertanggung jawab atas maju dan mundurnya usaha koperasi. Dalam sistem perkoperasian
fungsi anggota yaitu sebagai pemilik koperasi dan sekaligus sebagai pengguna
jasa koperasi, sehingga tidak heran tanpa ditopang oleh kegiatan dan peran
aktif anggota- anggota koperasi, sebuah koperasi tidak dapat maju, berkembang
dan bersaing dengan perekonomian swasta.
Melihat
sebagian besar masyarakat Indonesia
bertempat tinggal di daerah pedesaan, tentunya penghidupan ekonomi pengadaan
bahan pangan dan pengembangan ekonomi rakyat yang berguna untuk meningkatkan
taraf anggota dan masyarakat desa sekitarnya. Untuk itu, demi terpenuhinya
kebutuhan ekonomi masyarakat pedesaan, dibentuklah sebuah koperasi pedesaan.
BAB
II. PEMBAHASAN
2.1. Dorongan Munculnya KUD
Fenomena
anjloknya harga gabah di tingkat petani yang berulang setiap tahun, bahkan dua
kali dalam setahun, sebenarnya dapat dilihat sebagai kejadian biasa dan
kejadianluar biasa. Disebut kejadian biasa karena sebagaimana kaidah dasar
dalam ekonomi (neoklasik) bahwa setiap musim panen dan suplai berlimpah harga
cenderung mendapat tekanan ke bawah, untuk selanjutnya pelaku meresponsnya
dengan menambah permintaan atau mengurangi suplai atau keduanya.
Anjloknya
harga mengakomodasi cost of storage (biaya penyimpanan, penjemuran,
penggilingan, dan pengolahan) dalam proses produksi beras. Semakin buruk
kualitas gabah petani (kadar air, tingkat patahan, dan kotoran), semakin besar
pula cost of storage tersebut dan semakin rendahlah harganya.
Dalam
bahasa ekonomi, pembelian gabah ini adalah untuk "menyebar" cost of storage
dalam proses produksi beras agar tidak semata-mata ditanggung petani dengan
harga gabah yang anjlok. Namun, "disebar" kepada pelaku lain, paling
tidak para pedagang, penggiling, dan Bulog. Benar, bahwa kualitas gabah petani
panen kali ini memang buruk sehingga diperlukan suatu "upaya ekstra"
untuk mampu menyerap sebanyak mungkin gabah yang ada.
Apabila
harga beras di tingkat konsumen tidak ikut jatuh, maka implisit di sini hanya petanilah
yang harus membayar biaya-biaya tersebut kepada para pelaku ekonomi lain dalam seluruh
rangkaian proses produksi beras: tengkulak, pedagang, penggilingan padi, distributor,
grosir, pengecer, dan bahkan kepada Badan Urusan Logistik (Bulog) yang baru saja
berganti nama menjadi Perusahaan Umum (Perum) Lembaga Pangan Nasional (LPN).
Koperasi
Unit Desa (KUD) yang diproyeksikan untuk mengamankan harga dasar, tidak
memiliki modal cukup. Termasuk mesin penggilingan yang standar dan mesin pengering.
Lembaga perbankan yang pernah dipercaya mengucurkan kredit pangan lewat KUD,
kini tidak mengeluarkan dana satu sen pun. Kondisi ini sangat ironis ketika
pada awal berdirinya KUD pada tahun tujuhpuluhan Bapak Koperasi Indonesia Bung
Hatta mengkritik pedas koperasi–koperasi Indonesia yang lebih nampak
berkembang sebagai koperasi pengurus, bukan koperasi anggota. Organisasi
koperasi seperti KUD (Koperasi Unit Desa)dibentuk di semua desa di Indonesia
dengan berbagai fasilitas pemberian pemerintah tanpa anggota, dan sambil
berjalan KUD mendaftar anggota petani untuk memanfaatkan gudang dan lantai
jemur gabah, mesin penggiling gabah atau dana untuk membeli pupuk melalui kredit
yang diberikan KUD. Walhasil anggota bukan merupakan prasyarat berdirinya
sebuah koperasi.
Sementara
itu kebijakan pemerintah untuk membeli gabah dari petani ketika panen raya tiba
melalui dana talangan Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan (LUEP) dirasakan tidak efektif.
Dari waktu ke waktu yang terjadi KUD selalu terlambat untuk membeli gabah
petani dengan alasan dana talangan dari pemerintah belum turun. Kondisi ini
akan terus berulang ketika pemerintah baik pusat maupun daerah tidak melakukan
terobosan untuk membuat strategi jangka pendek, menengah dan panjang.
Disisi
lain untuk mengurangi risiko lebih besar, petani umumnya memilih jalanpintas.
Hasil panen mereka langsung dijual ke pedagang gabah atau tengkulak yang lebih sigap
dalam melakukan pembelian. Mereka biasanya membuka pangkalan di daerah-daerah yang
sedang panen. Transaksi pembelian tidak hanya dalam jumlah besar, tetapi juga melayani
pembelian gabah dalam jumlah kecil yang berasal dari buruh tani.
Karena
bentuk usahanya yang luwes, peran tengkulak dalam perdagangan gabah/beras
selama ini tetap dominan meskipun pemerintah sudah mengembangkan aneka lembaga
ekonomi pedesaan, seperti koperasi unit desa (KUD). Bahkan, saat ditetapkan disparitas
harga tinggi antara pembelian dari KUD dan dari non-KUD (swasta), tengkulak tetap
memainkan peran melalui pola "kerja sama" antara pihak KUD dan
swasta.
Peran
tengkulak menjadi penting dan dibutuhkan saat petani mengalami kesulitan memproses
gabah hasil panen dan mereka menghadapi kesulitan keuangan yang mendesak, sementara
perangkat pemerintah tidak siap melakukan pembelian. Produksi gabah mereka tidak
mungkin disimpan lebih lama. Selain karena kesulitan dalam pengeringan,
produksi gabah di daerah yang mengalami panen raya akan terus bertambah sejalan
makin luasnya areal tanaman padi yang dipanen.
2.2. Memotong Jalur Distribusi
Koperasi
Unit Desa (KUD) yang diharapkan bisa menyelamatkan petani, dengan jalan menebas
(memborong ) gabah petani, belum juga bergerak. Kalaupun ada sejumlah KUD yang
telah membeli gabah, itu pun bukan untuk diproses menjadi beras, melainkan digunakan
untuk bibit. Setiap kali panen tiba, KUD selalu terlambat membeli gabah petani.
Kenapa
tidak mampu membeli dengan modal sendiri, padahal KUD sudah 10 tahun lebih menangani
pengadaan pangan.
Rantai
penjualan gabah dari petani hingga ke gudang Dolog terlihat bahwa HPP tidak dinikmati
petani. Yang menikmati keuntungan lebih besar justru adalah para kontraktor karena
mereka bisa menekan harga dari petani dengan alasan kualitas. Sementara itu, kontraktor
sendiri sudah mendapat pasar dan harga penjualan yang jelas, yaitu melalui
Dolog setempat. Dari pengamatan di lapangan, rantai penjualan gabah bisa
mencapai lima
titik, mulai dari petani, tengkulak, pemasok, kontraktor atau pemilik
penggilingan padi, hingga gudang Dolog.
Pada
rantai yang panjang gambar 1, KUD masuk dalam kategori Kontraktor, itupun peran
KUD hanya kecil sekali. Dari salah satu KUD di Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah
dimana KUD tersebut memiliki mesin penggilingan lengkap beras yang bisa
disalurkan ke pasar hanya 15 ton setahun. Ini sungguh menyimpan suatu
pertanyaan besar. Ada
contoh pembanding bukan penggilingan tapi pengecer sembako dimana toko tersebut
mampu menjual rata-rata 1,5 ton per hari. Kerja KUD setahun hanya setara dengan
10 hari kerja warung sembako? Mengapa saya membandingkan dengan warung sembako?
Jawabnya adalah ketika dibandingkan dengan penggilingan padi swasta jelas jauh
beda volume penjualannya.
Yang
termasuk dalam kontraktor disini selain KUD adalah para pengusaha penggilingan
padi. Peran pengusaha penggilingan pada justru sangat dominan dibandingkan KUD.
Disamping itu mereka lebih senang memasok beras ke pasar daripada ke gudang dolog
karena banyaknya persyaratan yang harus dipenuhi.
Rantai
yang panjang itu harus dipotong agar petani bisa menikmati HPP yang lebih pantas.
Peran koperasi unit desa (KUD) harus dikembalikan. Dulu KUD didirikan salah satunya
untuk memperpendek rantai penjualan hasil pertanian. Kini saatnya KUD berperan memotong
rantai itu. Paling tidak bisa memutus hingga dua titik, menjadi petani, KUD,
dan gudang Dolog. KUD diharapkan lebih aktif menjadi perantara bagi penjualan
hasil pertanian untuk meningkatkan taraf hidup petani yang menjadi anggotanya
dan juga masyarakat sekitarnya.
Memotong
jalur distribusi pupuk
Bukan
hanya distribusi gabah saja yang harus dipotong KUD namun juga distribusi pupuk
dan sarana produksi pertanian lainnya. Tugas KUD dan pemerintah untuk membuat rantai
distribusi sarana produksi pertanian menjadi pendek. Rantai distribusi pupuk
yang ditemui di lapangan seperti pada gambar 3 dibawah. Kalau ditelusuri lebih
jauh peran KUD dalam penyaluran pupuk ke petani sangat kecil. Data ini
diperoleh dari laporan pertanggungjawaban pengurus salah satu KUD di Sukoharjo,
Jawa Tengah. Dengan anggota aktif 6350 orang pupuk yang bisa disalurkan hanya
22 ton dengan nominal pendapatan Rp. 440.000,.
Mari
kita berandai-andai sejenak. Kita asumsikan dari 6350 anggota yang aktif sebagai
petani 3000 orang. Seandanyai tiap petani membutuhkan 2 kuintal pupuk untuk sekali
masa tanam, maka pupuk yang bisa disalurkan sebanyak 600 ton. Untuk daerah ini kondisinya
adalah ada aliran irigasi teknis dimana rata-rata setahun bisa 3 kali panen. Selanjutnya
kita asumsikan 50% dari petani yang bisa panen 2 kali, maka tambahan pupuk sebesar
300 ton. Apabila 25% dari petani tersebut bisa panen 3 kali maka tambahan yang disalurkan
sebesar 150 ton. Bila dijumlahkan maka dalam setahun semestinya KUD tersebut bisa
menyalurkan pupuk ke petani sebanyak 1.050 ton. Dengan tingkat keuntungan
Rp.20.000,- per ton maka keuntungan total dari pupuk Rp. 21.000.000.
Melalui
kerjasama dengan perbankan dan gudang PUSRI atau yang lainnya serta campur
tangan pemerintah (PEMDA) semestinya jalur distribusi pupuk diatas dapat diperpendek.
Dengan demikian jalur distribusinya menjadi Gudang Pupuk, KUD, dan petani seperti
pada gambar 4. Alasan yang kurang masuk akal ketika KUD menyatakan bahwa persaingan
semakin ketat. Dengan gambar 4 maka jalur distribusi menjadi lebih pendek secara
otomatis daya saing KUD menjadi baik.
2.3. Upaya Pemberdayaan KUD
Bukan
pekerjaan mudah untuk menjadikan KUD sebagai ujung tombak
peningkatankesejahteraan petani. Ketersediaan pupuk dan sarana produksi
pertanian terjamin dengan harga yang kompetitif. Sementara itu harga gabah yang
tinggi pada saat panen gadu dan harga yang layak ketika panen raya. Ada beberapa kondisi yang
harus dipenuhi antara lain :
a.
Dukungan modal
Untuk
dapat meningkatkan kemampuan memotong jalur beras dan pupuk diperlukan modal
yang besar. Sementara itu sumber utama permodalan koperasi dari anggota yang meliputi
simpanan pokok, simpanan wajib dan simpanan sukarela tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan modal yang besar. UU no. 25 tahun 1992 memungkinkan menggunakan
permodalan dari pihak ketiga selama tidak bertentangan dengan hukum. Misalnya
dari modal ventura,
pinjaman bank dan pemerintah melalui APBD dan APBN.
Langkah
yang paling mungkin untuk mendapatkan dana murah adalah adanya dukungan modal
dari pemerintah melalui APBD dan APBN. Pemerintah Daerah maupun pusat dapat
mengalokasikan dalam bentuk dana bergulir (revolving fund). Model ini sudah
dilakukan oleh Pemda Jembrana Bali, yakni memberikan dukungan modal kepada LKM
dan Koperasi. Program LUEP bukan sekedar dana talangan lagi namun dijadikan
modal penyertaan atau pinjaman lunak pada KUD untuk jangka waktu tertentu.
b.
Profesionalisme pengurus dan manajer
Profesionalisme
pengelola koperasi sering dipertanyaan. Ada
anggapan bahwa SDM koperasi adalah SDM afkiran dari dunia usaha dan PNS. Belum
lagi ada guyonan bahwa KUD adalah Ketua Untung Duluan. Anggapan-anggapan diatas
harus dipatahkan dengan pengurus tidak harus pintar namun jujur dan bijak serta
memiliki jiwa kewirausahaan. Disamping itu juga dimungkinkan pengurus menyewa
manajer profesional. Itu bisa dilakukan apabila ada dukungan dana yang kuat.
c.
Kemitraan yang berkelanjutan
KUD
juga harus menjalin kemitraan untuk keberlanjutan program-programnya. Disini KUD
harus menjalin hubungan yang harmonis dengan pihak perbankan sebagai penyedia
dana, dengan pabrik / gudang pupuk untuk mendapatkan harga yang lebih murah,
menjalin hubungan dengan Dolog/Bulog untuk pembelian beras.
Ada
pengalaman menarik yang bisa dijadikan pertimbangan KUD untuk menjalin kemitraan
dengan perbankan dan pabrik/gudang pupuk. Pada beberapa tahun yang lalu ada
kerjasama antara pupuk gresik dengan produk PONSKA dengan kelompok tani, sementara
pendanaan dari BUKOPIN. Kemitraan ini berjalan cukup baik dimana petani lancar
dalam pengembalian pinjamannya. Pola kerjasama ini yang semestinya dilakukan
oleh KUD.
d.
Dukungan dari pemerintah
Pemerintah
juga harus memberikan dukungan yang kuat dari sisi permodalan KUD dan kebijakan.
Pemerintah bisa mengalokasikan dana murah melalui APBD dan APBN (bukan
subsidi). Kebijakan yang dapat diambil pemerintah adalah melakukan kerjasama
dengan pabrik pupuk untuk memberikan akses kepada KUD untuk mendapatkan pasokan
langsung.
e.
Dukungan dari anggota
Anggota
sudah semestinya mendukung kesejahteraan KUD yang berarti mewujudkan kesejahteraan
mereka sendiri. Dengan kemampuan KUD membeli gabah petani dengan harga pantas
dan penyediaan pupuk dengan harga bersaing, maka anggota dengan sendirinya akan
senang bertransaksi dengan KUD.
f.
Mengutamakan pelayanan kebutuhan anggota
Pelayanan
yang diberikan KUD kepada anggota seharusnya disesuaikan dengan kebutuhan
anggota. Misalnya, mayoritas anggota adalah petani maka seharusnya penyediaan
pupuk dan pembelian gabah menjadi bisnis utamanya. Berdasarkan data keuangan
salah satu KUD bahwa sumbangan utama pendapatan KUD dari jasa penagihan dan
pencatatan listrik yakni sebesar 67%. Bukankah tujuan koperasi adalah untuk
kesejahteraan anggota dan masyarakat?
Daftar Pustaka
[1]
Anonim, Harga Gabah Anjlok - KUD Diam, Harian Kompas, 10 Februari 1999
[2]
Anonim, Bagaimana agar tak Selalu Terpuruk, Harian Kompas 23 Maret 2000
[3]
Anonim, Bantuan Pemerintah untuk Petani dan Perbankan : Perbandingannya Bagai
Bumi
dan Langit, Harian Kompas 25 Maret 2000
[4]
Anonim, Rantai Penjualan Gabah Tambah Panjang - Petani Makin Tertekan, Harian
Kompas,
07 Mei 2003
[5]
Anonim, Menelusuri Anjloknya Harga Gabah, Harian Kompas 12 Mei 2003
[6]
Bambang Ismawan dan Setyo Novianto, Keuangan Mikro : Sebuah Revolusi
Tersembunyi
dari Bawah, Gema PKM Indonesia, Jakarta,
2005
[7]
Hendar dan Kusnadi, Ekonomi Koperasi, FEUI, Jakarta, 1999
[8]
Hendrojogi, Koperasi ; Azas-azas Teori dan Praktek, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta,
1997
[9]
Her Suganda, Petani Mana yang Menjual Gabah ke Penggilingan?, Harian Kompas 02
April
2005
[10]
Laporan Pertanggungjawaban Pengurus KUD Sukodono 2004
[11]
Philip Kotler, Manajemen Pemasaran, Edisi Milenium, Prenhallindo, Jakarta, 2000
[12]
Undang-undang Koperasi no. 25 tahun 1992
Tidak ada komentar:
Posting Komentar