I.
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Menjelang
akhir tahun
2004 telah
disepakati oleh
negara-negara di Asia termasuk Indonesia untuk mempercepat
2 tahun perdagangan bebas di wilayah
Asia. Konsekuensi logis dari komitmen
tersebut adalah bahwa semua negara
yang ikut serta
dalam kesepakatan tersebut harus mengikuti
aturan-aturan main yang disepakati dalam perdagangan
bebas tersebut. Masalahnya
adalah apakah kita sudah siap untuk menghadapi
kondisi tersebut. Jika
tidak/belum kenapa ikut menyepakati. Jika ya, sektor dan subsektor
serta komoditi apa yang
dapat diandalkan untuk mengisi kegiatan
perdagangan bebas tersebut. Kemudian
kegiatan usaha dengan klasifikasi dan
kualifikasi usaha
seperti apa
yang kemungkinan
dapat ikut secara
aktif dalam perdagangan bebas tersebut.
Tentang komoditi yang kemungkinan
berpeluang untuk dapat
secara aktif
diperdagangkan pada pasar regional/
global yang kompetitif tersebut, tampaknya tidak ada pilihan,
kecuali yang mempunyai
keunggulan komparatif (comparative ad- vantages).
Komoditi
tersebut
terutama
berasal dari sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan
dan sektor
kelautan khususnya subsektor perikanan
serta sektor
industri khususnya subsektor
industri pengolahan dan industri kecil.
Kemudian kualifikasi usaha yang mempunyai peluang
untuk dapat mengembangkan usahanya sekaligus menjadi motor penggerak perekonomian
Indonesia adalah kegiatan
usaha yang mempunyai pengalaman/catatan
(track
record) yang baik terutama selama
sepuluh tahun terakhir. Selanjutnya atas dasar pengalaman terutama di masa krisis
tujuh tahun terakhir,
pilihan untuk memprioritaskan kegiatan usaha
(pengusaha) dengan skala usaha kecil dan menengah (UKM)
adalah merupakan pilihan yang cukup
bijaksana. Oleh karena itu, yang
penting adalah
bagaimanab mencermati kemungkinan yang akan terjadi
dalam kegiatan ekonomi
dunia, regional dan di Indonesia
sendiri dalam kurun lima
tahun kedepan. Bagaimana
peluangnya bagi UKM, untuk dapat mengembangkan kegiatan
usahanya pada pasar yang kompetitif,
sehingga disamping dapat meningkatkan
kuantitas dan kualitas
usahanya juga dapat menopang secara
kuat perekonomian Indonesia.
II.
PEMBAHASAN
2.1
Sekilas
Mengenai Perekonomian dan Pentingnya UKM
Prospek ekonomi dunia diprakirakan membaik pada tahun
2004 dan selanjutnya melambat pada tahun 2005-2006. Di lain pihak prospek
ekonomi Indonesiatahun 2004-2006 diprakirakan terus membaik, ditandai oleh
pertumbuhan ekonomi yang meningkat secara bertahap hingga sekitar 6 % pada
tahun 2006. Kemudian dilihat dari kontribusi sektoral, maka sektor industri,
sektor perdagangan dan sektor pertanian diprakirakan menjadi sektor utama
pertumbuhan PDB tahun 2004-2006 (Miranda S.Goeltom, 2004).
Walaupun terdapat kecenderungan perbaikan perekonomian
Indonesia dimasa mendatang sebagai dampak dari kondisi ekonomi global, regional
dan adanya perbaikan sarana dan prasarana yang dapat menunjang kegiatan ekonomi
domestik, tampaknya perlu diwaspadai kemungkinan adanya beberapa isu kritis
yang sering menghambat pertumbuhan ekonomi suatu negara, diantaranya adalah:
(1) Tingginya pengangguran, (2) rendahnya investasi, dan (3) biaya ekonomi
tinggi. Isu tingginya penganguran dan ekonomi biaya tinggi merupakan isu lama
dan klasik yang selama ini belum dapat diatasi dengan baik. Kemudian isu rendahnya
investasi merupakan produk dari kekurang percayaan investor terhadap kondisi
perekonomian Indonesia, termasuk di dalamnya masalah politik dan keamanan.
Kemungkinan isu kritis tersebut berpengaruh terhadap aktivitas ekonomi
Indonesia ke depan. Oleh karena itu, harus cepat direspon oleh semua pihak,
terutama pihak pemerintah khususnya dalam menen-tukan kebijakan pengembangan
ekonomi nasional pada tahun 2005-2009.
Pengalaman Indonesia selama tiga puluh tahun
kebelakang terutama pada tujuh tahun terakhir, memberikan informasi dan
sekaligus pelajaran berharga bagi kita, bahwa pada masa lalu runtuhnya
perekonomian Indonesia ternyata sebagai akibat dari kekurangmampuan pengambil
keputusan di pemerintahan Indonesia saat itu dalam merespon berbagai isu kritis
, seperti telah disebutkan di atas. Pada saat itu perekonomian Indonesia hanya
bertumpu pada beberapa usaha skala besar (konglomerat). Oleh karena itu, respon
yang cepat dan tepat terutama oleh pihak pemerintah terhadap isu kritis yang
selalu menghantui kegiatan perekonomian tersebut, akan sangat bermanfaat bagi
kemungkinan ketahanan dan sekaligus keamanan perekonomian Indonesia dimasa
mendatang.
Dengan demikian, kebijakan pemerintah untuk memberikan
kesempatan yang sama kepada kegiatan usaha kecil dan menengah (UKM) untuk dapat
maju dan berkembang sesuai dengan kapasitas dan kapabilitasnya, merupakan
sesuatu yang sangat berharga bagi ketahanan dan keamanan perekonomian Indonesia
di masa mendatang. Ini artinya bahwa UKM harus dapat tumbuh dengan baik,
sehingga masalah mengenai pengangguran, rendahnya minat investasi dan ekonomi
biaya tinggi dapat berkurang secara nyata.
Manggara Tambunan (2004) menyebutkan bahwa setelah
krisis ekonomi berjalan selama tuijuh tahun, salah satu pelajaran berharga yang
dapat diambil adalah bahwa : (1) ekonomi Indonesia tidak dapat hanya
mengandalkan peranan usaha besar, (2) Usaha kecil menengah (UKM) memiliki
ketahanan yang lebih baik dibandingkan dengan usaha besar karena UKM lebih
efisien dan (3) hingga sekarang belum ada kejelasan kebijakan industri dan
bagaimana yang diadopsi agar lebih mampu mempercepat pertumbuhan ekonomi dan
penciptaan lapangan kerja bagi pengangguran dan kemiskinan.
2.2
Analisis
Usaha Kecil Menengah
Istilah “ekonomi kerakyatan”
mungkin menjadi sebuah frase yang sering kita dengan ketika pemilihan umum
beberapa waktu lalu. Ekonomi kerakyatan menjadi sebuah “senjata” para kandidat
pemimpin tersebut untuk menarik perhatian rakyat agar memilih mereka.
Masalah ekonomi biaya tinggi hanyadapat diatasi dan diselesaikan
dengan baik, apabila keberadaan pemerintahan yang bersih dan jujur dan
bertanggung jawab (good governance) diupayakan secara sunguh-sungguh dan
berkesinambungan. Apabila ini dapat dilaksanakan dengan baik, maka akan
berdampak secara langsung terhadap penurunan terhadap ekonomi biaya tinggi,
baik yang terjadi di pemerintahan maupun yang dilakukan oleh para pengusaha,
termasuk pengusaha dengan skala kecil dan menengah. Paling tidak biaya untuk
perijinan, restribusi dan pajak serta sejenisnya dapat mengurangi beban para
pengusaha kecil dan menengah.
Kemudian
masalah masih tingginya pengangguran, dapat dikurangi secara nyata apabila
kemudahan bagi pengembangan UKM nyata-nyata terlaksana dengan baik. Semakin
banyak jumlah UKM serta semakin berkualitas dan berkembang UKM, maka akan
berpeluang untuk menyerap lebih banyak tenaga kerja.
Badan Pusat Statistik (2003) menyebutkan bahwa jumlah
UKM tercatat 42,3 juta atau 99,90 % dari total jumlah unit usaha.UKM menyerap
tenaga kerja sebanyak 79 juta atau 99,40 % dari total angkatan kerja.Kontribusi UKM
dalam pembentukan PDB sebesar 56,70 %. Kemudian sumbangan UKM terhadap
penerimaan devisa negara melalui kegiatan ekspor sebesar Rp 75,80 triliun atau
19,90 % dari total nilai ekspor.
Dengan berbagai spefikasinya, terutama modalnya yang
kecil sampai tidak terlalu besar, dapat merubah produk dalam waktu yang tidak
terlalu lama dan manajemennya yang relatif sederhana serta jumlahnya
yang banyak dan tersebar di wilayah nusantara, menyebabkan UKM memiliki daya
tahan yang cukup baik terhadap berbagai gejolak ekonomi Berbagai permasalahan
mikro yang terdapat pada kebanyakan UKM, dapat menghambat UKM untuk dapat
berkembang dengan baik, terutama dalam mengoptimalkan peluang yang ada. Kondisi
tersebut memberikan isyarat bahwa UKM sepantasnya diberikan bantuan sesuai
dengan kebutuhannya. Sehubungan dengan permasalahan secara umum yang dialami
oleh UKM, Badan Pusat Statistik (2003) mengidentifikasikan sebagai berikut:
(1) Kurang
permodalan
(2) Kesulitan dalam pemasaran
(3) Persaingan usaha ketat
(4) Kesulitan bahan baku
(5) kurang teknis produksi dan keahlian
(6) keterampilan manajerial kurang
(7) kurang pengetahuan manajemen keuangan
(8) iklim usaha yang kurang kondusif (perijinan,
aturan/perundangan)
Bagi keperluan pengembangan usaha UKM di masa
mendatang, diperlukan adanya bantuan layanan bisnis dari lembaga swasta,
lembaga pemerintah dan individu sesuai dengan kekurangan masing-masing UKM.
Hasil penelitian kerjasama Kementerian KUKM dengan BPS (2003) menginformasikan
bahwa jenis layanan yang paling banyak diharapkan dari lembaga pelayanan bisnis
(LPB) atau business development services provider (BDSP) adalah: fasilitasi
permodalan (84,79%,) fasilitasi perluasan pemasaran (79,64 %), fasilitasi jasa
informasi (76,03 %), fasilitasi pengembangan desain produk, organisasi dan
manajemen (58,51 %), fasilitasi penyusunan proposal pengembangan usaha (55,93
%), fasilitasi pengembangan teknologi (54,38 %). Hasil penelitian tersebut
lebih lanjut mengemukakan bahwa UKM yang mengalami kesulitan usaha 72,47 %
sisanya 27,53 % tidak ada masalah Dari 72,47 % yang mengalami kesulitan usaha
tersebut, terutama meliputi kesulitan: (1)
Permodalan (51,09 %), (2) Pemasaran (34,72 %), (3)Bahan baku (8,59%), (4)
Ketenagakerjaan (1,09 %), (5) Distribusi transportasi (0,22%), dan (6)
Lainnya (3,93 %). Lebih lanjut disebutkan bahwa dalam mengatasi kesulitan
permodalannya diketahui sebanyak 17,50 % UKM menambah modalnya dengan meminjam
ke bank, sisanya 82,50 % tidak melakukan pinjaman ke bank tetapi ke lembaga Non
bank seperti Koperasi Simpan Pinjam (KSP), perorangan, keluarga, modal ventura,
lainnya. Alasan utama yang dikemukakan oleh UKM kenapa mereka tidak meminjam ke
bank adalah: (1) prosedur sulit (30,30 %), (2) Tidak berminat (25,34 %), (3)
Tidak punya agunan (19,28 %), (4) Tidak tahu prosedur (14,33 %), (5) Suku bunga
tinggi (8,82 %), dan (6) Proposal ditolak (1,93 %) Penelitian yang dilakukan
Gofur Ahmad (2004) terhadap UKM yang berusaha di bidang pengrajin garmen yang
berlokasi di Sentra Warung Buncit, diantaranya menyebutkan bahwa saat ini yang
paling dibutuhkan oleh pengrajin adalah adanya bantuan modal berupa kredit
lunak, agar mereka dapat mengembangkan usaha mereka di bidang garmen. Hal ini
dapat dilihat dari 82,30 % pengrajin merasa tidak memiliki cukup modal untuk
mengembangkan usahanya. Sementara untuk menanggulangi kekurangan modal
tersebut, mereka mengatakan tidak tahu secara persis kepada siapa atau llembaga
mana mereka harus mencari bantuan modalnya. Di satu sisi UKM pada umumnya
sangat memerlukan bantuan permodalan bagi pengembangan usahanya, tetapi di lain
sisi perbankan dan mungkin juga perorangan masih kelebihan dana. Walaupun
secara makro penyaluran kredit bagi UKM terus meningkat dalam lima tahun
terakhir ini, ternyata peningkatan terbesar masih berada pada kredit konsumsi.
Peningkatan kredit perbankan untuk UKM khususnya bagi keperluan tambahan modal
kerja dan investasi masih jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan kredit
konsumsi. Untuk lebih jelasnya dapat di lihat pada Tabel 1. Atas dasar kondisi
tersebut, tampaknya sangat mutlak diperlukan adanya bantuan bagi UKM, yaitu:
(1) layanan untuk dapat akses ke lembaga keuangan, dan (2) tersedianya lembaga
jaminan kredit yang permanent bagi UKM. Maulana Ibrahim (2004) mengemukakan
bahwa berdasarkan data business plan 13 bank umum yang menguasai sekitar 80 %
total asset perbankan nasional termasuk BPR diketahui bahwa porsi penyaluran
dana bagi UMKM dari kalangan perbankan direncanakan atau ditargetkan sebesar Rp
38,50 triliun. Sampai dengan akhir bulan juni 2004 sudah terealisasi sebesarRp
30, 90 triliun atau 80,40 %.
Apabila dibandingkan dengan tahun 2003, realisasi
penyaluran kredit bagi UKM tahun 2004 tersebut meningkat dari Rp 27 triliun
menjadi Rp 30,90 triliun, namun demikian targetnya menurun dari Rp 42,30
Triliun menjadi Rp 38,50 triliun. Perlu diketahui pula bahwa posisi Juni
2004 Non Performing Loans (NPLs) kredit UMKM sebesar 4,40 % , kondisi ini
ternyata lebih kecil dari NPLs total kredit perbankan sebesar 6,20 %.
Masalah pemasaran yang terjadi pada rata-rata UKM
terutama dengan skala kecil sesuai dengan penelitian Anonimous (2003) adalah
sebagai akibat dari banyak faktor, yaitu: (1) Banyak pesaing (53,77
%), (2) harga jual rendah (27,40 %), (3) Pasar jenuh (6,51 %), (4) Informasi
kurang memadai (4,45 %), dan (5) Lainnya (7,88%). Masalah lainnya yang juga
berpe-ngaruh terhadap pengembangan usaha UKMK adalah kesulitan bahan baku.
Kesulitan mendapatkan bahan baku tersebut, secara rinci sebagai dampak dari:
(1) Harganya mahal (51,30 %), (2) Langka (31,82 %), (3) kualitas kurang baik
(9,74 %), dan (4) Lainnya (7,14 %).
Atas dasar
kondisi seperti dikemukakan terdahulu, dapat disebutkan bahwa secara umum
permasalahan utama yang dialami oleh UKM ada tiga hal, yaitu: (1) Kurang
permodalan (modal kerja dan Investasi), (2) Pasar yang sangat bersaing
(produsen banyak dan harga jual yang sama atau mendekati harga pokok produksi,
dan (3) Sulit mendapatkan bahan baku (harganya tinggi dan sulit didapat).
Kondisi
tersebut akan sangat menyulitkan UKM untuk dapat berkembang dengan baik. Oleh
karena itu, agar usaha UKM dapat berkembang dengan baik diperlukan adanya
bantuan bimbingan atau layanan bisnis yang jenisnya disesuaikan dengan masalah
yang dihadapi oleh setiap kelompok UKM yang mengusahakan produk sejenis,
sehingga UKM dapat mengakses ke sumber pembiayaan, pemasaran (pasar output) dan
sumber bahan
baku (pasar input). Ini artinya bahwa dalam mengembangkan UKM untuk lima tahun
ke depan diperlukan adanya strategi yang paradigmanya berubah dari strategi
yang mungkin pernah dilakukan di masa yang lalu. Salah satu dasar strategi
tersebut adalah menggunakan pendekatan kluster. Pendekatan klaster tampaknya
merupakan pilihan yang bijaksana bagi pengembangan UKM di masa mendatang.
2.3
Pendekatan Kluster
Pendekatan kluster tampaknya merupakan
pendekatan yang sistematik dalam upaya mengembangkan UKM. Pendekatan kluster
ini tidak mudah dilakukan, karena memerlukan berbagai persyaratan, namun
demikian pendekatan ini dapat dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan
serta konsisten. Konsekuensi logis dari pendekatan ini adalah bahwa komoditi
yang diusahakan benar-benar terpilih, paling tidak punya keunggulan komparatif,
orang-orang yang ada di dalamnya mempunyai kesadaran dan kemauan yang cukup
tinggi termasuk di dalamnya akhlak yang baik, perlu adanya aglomerasi dan
kaitan hulu-hilir, sarana dan prasarana pendukung yang memadai.
C. Richard Hatch di dalam Anonimous (2003)
mengusulkan pengembangan jejaring UKM dengan pendekatan klaster, meliputi:
1. mengembangkan kriteria untuk menyeleksi
partner (pasangan) yang memiliki pengalaman dan pengetahuan lokal yang memadai.
- mengkaji system bisnis dan operasi secara internal setiap pelaku bisnis yang akan dikembangkan
3.
mengembangkan kurikulum dan materi pelatihan bagi UKM, broker/ pialang
bisnis atau konsultan BDS Providers dan dikomunikasikan lewat berbagai media termasuk internet
- merancang skim subsidi yang efi-sien yang dapat mencegah terjadinya distorsi untuk menutupi biaya awal bagi pialang jejaring bisnis
- menyediakan bantuan teknis bagi setiap UKM yang bekerjasama
- merancang dan melakukan evaluasi secara seksama setiap upaya pengembangan jejaring bisnis melalui klaster UKM
- memberikan perhatian dari berbagai usulan kajian yang dilakukan oleh staf, pihak-pihak yang bekerja-sama, pialang bisnis termasuk BDS provider dalam penyempurnaan setiap konsep yang akan dikem-bangkan dalam pengembangan klaster UKM
Sehubungan dengan masalah pendekatan
kluster, Suhendar Sulaeman dan Eriyatno (2002) mengemukakan bahwa: pada tingkat
yang cukup luas (meso) berbagai kebijakan yang menyangkut BDS akan dapat
menjadi suatu hal yang penting bagi terciptanya suatu cluster dan network yang
kompetitif.Kebijakan pengembangan/ peningkatan infrastruktur, kualitas SDM dan
penguasaan teknologi, merupakan suatu perangkat penting dalam mendinamisasikan dan mengembangkan kluster (cluster) dan jejaring (networing) Kemudian UNTCTAD di dalam Suhendar S dan
Eriyatno (2002) menyebutkan bahwa dalam praktek, upaya pengembangan UKM melalui
kluster perlu inisiatif/upaya sebagai
berikut: 1) terciptanya BDS, 2) adanya lingkungan industri, pusat ilmu
pengetahuan dan teknologi, inkubator, infrastruktur dasar, 3) mengupayakan
adanya sekolah-sekolah teknik, 4) terciptanya program jejaring industri, dan 5)
terciptanya jejaring informasi.
Kluster dapat dikembangkan dari yang sebelumnya sudah ada semacam sentra,
misalnya sentra produksi komoditi tertentu, atau ditumbuhkan dari kondisi tidak
terdapat sentra tetapi punya potensi cukup baik. Khusus kluster yang dikembangkan dari sentra,
telah ditentukan kriterianya. Kriteria sentra yang dapat difasilitasi untuk
ditumbuhkem-bangkan menjadi kluster sesuai dengan Kepmen Koperasi dan UKM No. 32/Kep/ M.KUKM/IV/2003
ditetapkan adalah:
1.
terdapat sejumlah UKM, dengan kapasitas produksi yang memadai dalam
kawasan sentra yang memiliki prospek untuk berkembang menjadi klaster UKM
dengan mar-ket share yang layak
2.
mempunyai omset penjualan mini-mal mencapai Rp 200 juta/bulan
3.
mempunyai prospek pasar yang berkelanjutan
4.
mempunyai jaringan kemitraan da-lam pengadaan bahan baku maupun pemasaran
5.
mampu menyerap tenaga kerja mini-mal 40 orang dalam sentra
6.
mengutamakan bahan baku lokal
7.
menggunakan tekonologi yang ber-potensi meningkatkan mutu produk
8.
tersedianya sarana dan prasarana pendukung
Kemudian lebih lanjut disebutkan bahwa sentra yang sesuai dengan kriteria
kepmen tersebut, oleh pemerintah melalui Kementerian UKM akan diiberi dukungan
perkuatan: Modal awal padanan (MAP), Busines Development Services (BDS), dan
pelatihan-pelatihan.
Pendekatan kluster idealnya akan dapat memecahkan sebagian besar masalah yang ada dalam pengembangan
usaha UKM. Pendekatan sentra secara operasional dapat diidentikkan dengan
pendekatan kebersamaan ekonomi. Sejatinya bahwa hasil akhir dari
pendekatan kluster ini diharapkan dapat menghasilkan produk oleh produsen yang
ada di dalam kluster bisnis ini, diharapkan mempunyai peluang untuk menjadi
produk yang mempunyai keunggulan kompetitif, sehingga dapat bersaing di pasar
regional dan global.
2.4
Strategi Pengembangan UKM
Strategi yang diterapkan dalam upaya
mengembangkan UKM di masa depan terlebih dalam menghadapi pasar bebas di
tingkat regional dan global, sebaiknya memperhatikan kekuatan dan tantangan
yang ada, serta mengacu pada beberapa hal sebagai berikut:
- Menciptakan iklim usaha yang kondusif dan menyediakan lingkungan yang mampu mendorong pengembangan UKM secara sistemik, mandiri dan berkelanjutan
- Mempermudah perijinan, pajak dan restribusi lainnya,
- Mempermudah akses pada bahan baku, teknologi dan informasi
- Menyediakan bantuan teknis (pelatihan, penelitian) dan pendampingan dan manajemen (SDM,keuangan dan pemasaran) melalui BDSP.
- Secara rutin BDSP melakukan pertemuan, lokakarya model pelayanan bisnis yang baik dan tepat
- Mendorong BDSP untuk masing-masing memiliki keahlian khusus (spesialis), seperti: di bidang pengembangan SDM, keuangan, pemasaran. Ini terutama diperlukan bagi upaya pelayanan kepada usaha menengah yang pasarnya regional dan global
- Menciptakan system penjaminan kredit (financial guarantee system) yang terutama di sponsori oleh pemerintah pusat dan daerah
- Secara bertahap dan berkelanjutan mentransformasi sentra bisnis (parsial) menjadi kluster bisnis (sistematik)
III.
PENUTUP
3.1
KESIMPULAN
Pengembangan UKM berarti disamping meningkatkan
kualitas dan kuantitas kegiatan usaha UKM tersebut, juga dapat dijadikan
andalan dalam meningkatkan pembangunan perekonomian Indonesaia.
UKM yang dapat diandalkan untuk bersaing di pasar
regional dan global, adalah UKM yang mengusahakan produk yang mempunyai
keunggulan koperatif dan atau keunggulan kompetitif.
Kluster bisnis merupakan pengembangan usaha UKM secara
sistemik sehingga UKM yang ada di dalamnya mempunyai peluang untuk menjadi
usaha yang andal dan kompetitif.
Menetapkan UKm sebagai motor penggerak pembangunan
ekonomi nasional di masa mendatang merupakan pilihan yang sangat tepat dan
bijaksana. Namun harus dilengkapi dengan
strategi dan pengembangan yang tepat.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonimous.
2003. Grand Strategi Pengembangan Sentra UKM. Kementrian Koperasi dan UKM RI,
Jakarta.
Anonomous. 2003. Pengkajian Dukungan
Finansial dan Non Finansial Dalam Pengembangan Sentra bisnis Usaha Kecil dan
Menengah. Kerjasama Kementrian
Koperasi dan UKM dengan BPS, Jakarta.
Gofur Ahmad. 2004. Analisis Potensi Usaha pengrajin Sentra Industri Kecil
Garmen. Jurnal Bisnis dan Manajemen. Program Magister Manajemen Universitas
muhammadiyah Jakarta (UMJ), Jakarta.
Manggara
Tambunan. 2004. Melangkah Ke Depan Bersama UKM. Makalah pada Debat Ekonomi ESEI
2004, Jakarta Convention Centre 15-16 september 2004.
Maulana Ibrahim. 2004. Mendorong Peran UMKM Dalam Pertekonomian Indonesia
di Masa Depan. Makalah pada Debat Ekonomi ESEI 2004, Jakarta Convention Centre
15-16 september 2004.
Miranda S. Goeltom. 2004. Prospek
Ekonomi 2004-2006 dan Tantangan
Kebijakan
Makro Ekonomi Pemerintahan Baru. Makalah pada Debat Ekonomi ESEI 2004, Jakarta
Convention Centre 15-16 september 2004.
Suhendar
Sulaeman dan Eriyatno. 2001. Rekayasa Kemitraan Usaha dan Peran BDS dalam
Pengembangan Ekonomi Lokal, di dalam Bunga Rampai “Kemitraan Dalam Pengembangan
Ekonomi Lokal. Penerbit Yayasan Mitra Pembangunan Desa-Kota dan BIC-Indonesia,
Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar