I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kerjasama
antar negara D-8 pertama kali diusulkan oleh Dr.Necmettin Erbakan, perdana
menteri Turki, dalam sebuah seminar bertajuk “Kemitraan dalam Pembangunan” yg
diadakan di Istanbul pada Oktober tahun 1996. Konferensi tersebut merupakan
langkah pertama dalam pembentukan D-8, yang pada akhirnya didirikan melalui
Deklarasi Istanbul dalam pertemuan tingkat tinggi kepala Negara pada tanggal 15
Juni tahun 1997. Seperti yang telah diutarakan sebelumnya D-8 teridiri dari
Bangladesh, Indonesia, Iran, Malaysia, Mesir, Nigeria, Pakistan dan Turki.
Negara-negara yang tergabung dalam D-8 adalah negara-negara berpenduduk islam
non-arab.
Banyak
pihak beranggapan bahwa pembentukan D-8 berawal dari kekecewaan negara-negara
islam berkembang dan non-arab terhadap dominasi negara-negara timur tengah
penghasil minyak dalam Organisasi Konferensi Islam, namun hal ini dibantah oleh
Sekjen D-8 Dr. Dipo Alam. Menurut beliau, D-8 adalah sebuah organisasi yang
bukan merupakan sempalan dari OKI dan didirikan bukan atas dasar inisiatif
untuk menyaingi OKI namun lebih menitik beratkan fokusnya terhadap kerjasama
pembangunan sosial-ekonomi di negera-negara berkembang yang berpenduduk islam.
Dr Dipo Alam juga menjelaskan bahwa D-8 adalah economic grouping bukan regional
grouping karena semua negara-negara anggota yang tergabung di dalam D-8 juga
merupakan anggota dari organisasi-organisasi regional lainnya.
B. Rumusan Masalah
Kerjasama yang terjadi antara negara-negara anggota D-8 memiliki
pengaruh terhadap masalah ekonomi dan
politik baik secara langsung maupun tidak langsung. Kerjasama itu telah
menimbulkan peningkatan peran Indonesia di dunia internasional. Oleh karna itu penyusun
merumuskan permasalahan:
1.
Pengertian dan struktur oganisasi D-8.
2.
Permasalahan umum yang dihadapi organisasi D-8.
3.
Peran dan Arti D-8 bagi Negara Indonesia.
C. Tujuan dan
Manfaat Pembahasan
Tujuan penyusunan makalah yang berjudul “Dampak
Eksistensi Negara Indonesia dalam Organisasi D-8 terhadap Peran Indonesia di
Kanca Dunia Internasional” adalah untuk:
1.
Mengetahui pengertian dan struktur oganisasi D-8.
2.
Mengetahui Permasalahan umum yang dihadapi organisasi D-8.
3. Mengetahui Peran dan Arti D-8 bagi Negara Indonesia
Hal ini berguna sebagai sumber informasi pendukung
dalam pembelajaran keilmuan Ekonomi Internasional di fakultas umumnya dan di
fakultas ekonomi pembangunan Universitas Almuslim Kabupaten Bireuen secara
khususnya.
II.
PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Struktur Organisasi D-8
D-8
atau Developing 8, merupakan kelompok negara-negara Islam berkembang yang sepakat meningkatkan kerjasama
pembangunan antara negara-negara angotanya, yakni Bangladesh, Indonesia, Iran,
Malaysia, Mesir, Nigeria, Pakistan dan Turki. Konsentrasi kerjasama pembangunan
negara-negara D-8 meliputi bidang perdagangan dan perindustrian. D-8 berfungsi
untuk memajukan posisi dari negara-negara berkembang dalam perekonomian dunia,
diversifikasi peluang ekonomi dan menciptakan kesempatan-kesempatan baru dalam
hubungan perdagangan, meningkatkan partisipasi negara anggotanya dalam pengambilan
keputusan di tingkat internasional dan memperbaiki standar hidup yang lebih
baik bagi rakyatnya.
D-8 bukan merupakan kerjasama regional
melainkan sebuah kemitraan global. Dalam hal ini D-8 bukanlah menggantikan atau
mengesampingkan peran organisasi internasional lainnya melainkan menjadi
pelengkap wahana organisasi internasional yang dapat memperkuat kemitraan dan
solidaritas di bidang pembangunan, membuka peluang di bidang perdagangan serta
memperkuat posisi negara-negara anggotanya di fora internasional.
D-8 teridiri dari tiga organ
utama, yaitu: The Summit (pertemuan puncak kepala negara), The
Council (dewan menteri) dan The Commision (komisioner). The
Summit adalah pertemuan tingkat tinggi antara kepala negara anggota D-8
yang berlangsung dua tahun sekali. Satu tingkat di bawah The Summit, D-8
memiliki organ yang dikenal sebagai The Council, organ ini terdiri dari
para menteri luar negeri atau pejabat setingkat menteri. The Council
adalah pengambil kebijakan serta keputusan politik D-8 yang bertemu setiap
tahun, badan ini juga berfungsi sebagai badan musyawarah antar negara anggota
di saat terjadi perselisihan pendapat. Kedua organ di atas didukung oleh The
Commission yang berfungsi sebagai badan eksekutif organisasi D-8. The
Commission mengadakan pertemuan setiap enam bulan sekali dan bertanggung
jawab atas working group dari setiap kegiatan organisasi D-8. Ia
memastikan terjalinnya koordinasi antar departemen teknis, dan memastikan
terlaksananya program-program organisasi D-8 di negaranya masing-masing. The
Commission diwakilkan kepada pejabat negara setingkat dibawah menteri.
Selain ketiga organ utama,
organisasi D-8 juga memiliki Sekretariat. Hal ini merujuk kepada keputusan
pertemuan tingkat tinggi ke lima yang diselenggarakan di Bali tahun 2006. Keputusan yang telah diambil oleh para kepala negara
adalah membentuk sekretariat sementara dari 2006-2008 yang kemudian dikokohkan
menjadi sekretariat permanen mulai tahun 2008. Sekretariat D-8 terdiri dari:
Sekretaris Jenderal, Direktur, dan Ekonom. Saat ini Sekretaris Jenderal berasal
dari Indonesia, direktur dari Iran dan ekonom dari Turki.
Kantor kesekretariatan D-8 berada di Turki , dan dibantu oleh staff lokal serta
pembantu umum Sekretaris Jenderal D-8. Sistem sekretariat ini dianggap mampu
meningkatkan aktivitas dan efektivitas organisasi D-8 dalam mewujudkan tujuan
organisasi.
Hal yang perlu diperhatikan dari
D-8 adalah mengenai statusnya sebagai organisasi internasional. Merujuk pada
definisi Dr.Boer Mauna dalam bukunya Hukum Internasional: Pengertian,
Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika Global, suatu organisasi baru dapat
dikatakan sebagai organisasi internasional jika ia dibentuk berdasarkan
perjanjian multilateral antara negara anggota yang dideklarasikan dalam sebuah
akte konstitutif. Argumen ini didukung dengan ketentuan
dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa pasal II, yang menguraikan bahwa sebuah
organisasi internasional harus dilengkapi oleh sebuah piagam sebagai pedoman
bagi negara anggotanya. Atas dasar argumentasi tersebut
dapat disimpulkan bahwa D-8 secara ‘de facto’ merupakan organisasi
internasional, karena dibentuk berdasarkan perjanjian multilateral. Namun
secara ‘de jure’ D-8 belum menjadi bagian subyek hukum internasional karena ia
belum memiliki piagam.
B. D-8 dan
Permasalahan yang dihadapinya
Pada
awal pembentukannya D-8 dipercaya memiliki posisi strategis dalam perdagangan
dunia dengan jumlah total penduduk negara-negara anggotanya yg mencapai 13.5%
dari total penduduk dunia pada tahun 1997 dan mencapai 17% pada tahun 2008.Permasalahan
timbul karena rendahnya pencapaian organisasi dari mulai didirikanya hingga
tahun 2006 silam. Pada waktu didirikan D-8 diharapkan mampu bekerjasama dengan
organisasi-organisasi internasional lainnya serta menjadi sebuah wadah bagi
negara berkembang Islam di
bidang kerjasama pembangunan dan perdagangan, tetapi tujuan ini belum tercapai.
Permasalahan itu antara lain:
Pertama,
tidak sejalanya tujuan dan kegiatan organisasi D-8. Setelah menelusuri
dokumen-dokumen tujuan pendirian organisasi serta membandingkannya dengan
kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh organisasi dari tahun 1997-2006, dapat
disimpulkan ada beberapa ketidakselarasan antara tujuan dan kegiatan
organisasi, hal ini yang menghambat perkembangan D-8. Tujuan dari D-8 adalah
untuk memajukan posisi negara anggotanya dalam perekonomian dunia melalui
diversifikasi dan menciptakan kesempatan-kesempatan baru dalam hubungan
perdagangan, meningkatkan partisipasi dalam pengambilan keputusan di tingkat
internasional, dan menyediakan standar hidup yang lebih baik.
Dengan demikian fokus utama D-8
adalah meningkatkan volume perdagangan antara negara anggotanya, walaupun tidak
menutup kemungkinan untuk menjembatani isu-isu politik dan sosial. Pada
kenyataanya yang terjadi adalah masih minimnya kegiatan-kegiatan organisasi
yang bertujuan untuk meningkatkan volume perdagangan antar negara anggotanya.
Hal ini tercermin dari rendahnya keterlibatan sektor swasta dalam aktivitas
D-8, baik dari segi perencanaan, kebijakan hingga pelaksanaan kegiatan dan implementasi
kebijakan organisasi D-8, sehingga tidak berdampak pada peningkatan volume
perdagangan antar negara anggota. Walaupun D-8 merupakan organisasi antar
pemerintah namun dukungan dari sektor swasta sangat diperlukan sebagai
dinamisator perdagangan antar negara anggota.
Kedua,
tidak adanya follow up action dan action plan yang komprehensif
dan spesifik dalam mengarahkan kegiatan organisasi. Menurut pemaparan Ilham
Perintis, Staff Asisten Sekretaris Jenderal D-8, organisasi berjalan ditempat
sejak tahun 1997. Hal ini disebabkan karena hasil-hasil meeting yang
pernah dilakukan tidak pernah di follow up kembali. Tidak berjalannya
kegiatan organisasi disebabkan oleh tidak adanya guidelines atau pedoman
kegiatan sehingga D-8 tidak memiliki fokus yang jelas dalam membahas masalah.
Penulis menemukan beberapa alasan yang dapat diuraikan mengenai tidak
terlaksananya kegiatan-kegiatan organisasi dengan baik.
Pada tahun 1997, di saat D-8 baru
didirikan terjadi sebuah kudeta militer yang berakibat kepada lengsernya
Perdana Menteri Turki Dr.Necmettin Erbakan, penggagas serta ketua D-8 pada
waktu itu. Perubahan konstelasi politik dalam negeri Turki mengurangi perhatian
Turki terhadap D-8. Hal ini di perburuk dengan adanya krisis ekonomi yang
disusul krisis politik di negara-negara Asia Tenggara, yang menyebabkan
rendahnya atensi serta kontribusi dari Indonesia dan Malaysia.
Pergantian kepemimpinan dari
Turki kepada Bangladesh (1999) dan Mesir (2001) tidak mampu membawa perbaikan
terhadap D-8. Dibawah kepemimpinan dua negara ini pencapaian D-8 sangat rendah,
bahkan dapat dikatakan sangat sedikit hasil-hasil kesepakatan yang dicapai
untuk mengimplementasikan sebuah kebijakan yang kongkrit. Di saat berakhirnya
kepemimpinan Mesir, Indonesia merupakan negara selanjutnya yang akan memimpin
D-8, namun karena alasan politik dalam negeri, Indonesia menunda kepemimpinan
tersebut, yang pada akhirnya diambil alih oleh Iran pada tahun 2004. Pada saat
kepemimpinan Iran D-8 memulai perubahan drastis baik dalam struktur maupun
kegiatan organisasi D-8. Kulminasi dari perubahan tersebut terwujud pada tahun
2006 di mana Indonesia pada akhirnya menyatakan kesiapannya untuk memimpin D-8.
Pada masa kepemimpinan Indonesia D-8 berhasil memperoleh beberapa kesepakatan
yang berdampak langsung terhadap peningkatan volume perdagangan serta kerjasama
pembangunan antar negara-negara anggota.
Faktor terakhir yang menyebabkan
lambannya perkembangan organisasi D-8 adalah minimnya kontribusi dari
negara-negara anggota. Hal ini tercermin dari rendahnya kontribusi wajib dari
negara anggota untuk membiayai kegiatan operasional organisasi. Sejak D-8
didirikan hingga tahun 2008 negara anggota hanya diwajibkan membayar iuran
tahunan sebesar USD 14,286.00. Jumlah tersebut terhitung kecil dibandingkan
kontribusi tahunan organisasi regional atau organisasi internasional lainnya.
Namun menurut penulis ada dua
argumentasi dalam melihat permasalahan ini:
1)
Argumentasi yang pertama adalah, rendahnya iuran dana dari negara-negara
anggota dikarenakan kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh D-8 tidak banyak. Hal
tersebut dapat dimaklumi karena D-8 bukan merupakan lingkaran konsentris
prioritas dari negara-negara anggotanya.
2)
Rendahnya alokasi anggaran dan minimnya perhatian negara anggota
terhadap organisasi ini menghambat organisasi untuk berkembang. Menurut kantor
kesekretariatan D-8 di Istanbul Turki, kegiatan organisasi sebelum 2006
terhambat oleh minimnya anggaran untuk pelaksanaan kegitan-kegiatan D-8,
khususnya untuk mempromosikan serta mensosialisakan organisasi tersebut.
Selain itu masih ada beberapa
penghambat teknis lainnya, seperti rumitnya komunikasi antar departemen di
negara-negara anggota. Namun hal tersebut tidak menyurutkan tekad untuk
membangun D-8 serta mewujudkan cita-cita awal dari organisasi tersebut, khususnya
sejak kepemimpinan Indonesia pada tahun 2006.
Setelah mengetahui kendala apa
saja yang dialami oleh organisasi D-8 dalam meningkatkan kerjasama antara
negara anggota, kita perlu memahami profil negara-negara D-8. Secara geografis
negara anggota D-8 terbentang dari Asia Tenggara sampai ke Afrika Barat Daya.
Lingkaran konsentris yang berbeda dan jarak yang berjauhan tidak menyurutkan
ambisi organisasi untuk membangun kemitraan strategis yang saling menguntungkan
antara negara anggotanya. Tekad ini didasarkan pada prinsip bahwa jarak bukan
merupakan hambatan bagi D-8 untuk menjadi wadah dalam memajukan kepentingan
bersama.
Meskipun setiap negara anggota
D-8 memiliki karakter yang berbeda tetapi mereka mempunyai tantangan yang sama
dalam menghadapi globalisasi. Dapat dipastikan setiap negara anggota menghadapi
tantangan di bidang pembangunan, perdagangan global, sistem perbankan dan pasar
finasial modern, utang luar negeri, dan masalah kemiskinan. Disisi lain
negara-negara anggota D-8
juga memiliki peluang dan potensi yang sangat besar untuk mengatasi dan
membangun perekonomian nasional yang kuat, modern dan mempunyai kompetensi yang
tinggi. Oleh sebab itu penulis merasakan perlu memberikan informasi selayang
pandang profil ekonomi negara-negara anggota D-8.
Negara-negara anggota D-8 pada
umumnya memiliki produk domestik bruto cukup baik dan meningkat selama tiga
tahun terakhir, bahkan dua dari delapan negara anggota D-8 adalah anggota
negara-negara kelompok ekonomi G-20, yaitu Indonesia dan Turki. Kedua negara
tersebut dapat dikatakan sebagai motor dari organisasi D-8, dan diprediksi
pendapatan domestik bruto Indonesia dan Turki mampu menyaingi negara-negara
industri G-8 pada tahun 2050. Negara-negara anggota D-8 umumnya juga memiliki
pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, dengan rata-rata 5 % per tahun sejak
2006, kecuali Turki dan Bangladesh. Bahkan Indonesia, Mesir, dan Nigeria
mengalami pertumbuhan ekonomi dengan rata-rata 6 % di saat dunia dilanda oleh
krisis finansial global pada tahun 2008.
Khusus untuk Turki dan Bangladesh
pertumbuhan ekonomi di tahun 2008 mengalami penurunan yang cukup drastis, hal
ini dikarenakan Turki sangat bergantung terhadap pasar Uni Eropa yang terkena
dampak langsung dari krisis ekonomi. Dalam hal Bangladesh, penurunan terjadi
karena pertumbuhan ekonomi Bangladesh bergantung dari remitansi tenaga kerja
asal Bangladesh yang bekerja di negara teluk penghasil minyak. Dampak krisis
ekonomi yang berimbas pada turunnya harga minyak dunia ikut menekan
perekonomian negara- negara Teluk. Bangladesh adalah negara dengan kemampuan
ekonomi terkecil diantara negara-negara anggota D-8 lainnya. Bangladesh hanya
memiliki kekuatan ekonomi kurang dari sepertiga Turki dan Indonesia.
Dalam kategori negara industri
menengah D-8 memiliki Malaysia, yang mampu membangun sistem perekonomian multi
sektor, termasuk indsutri di bidang padat teknologi dan penelitian seperti,
industri farmasi, kimia serta bidang kesehatan. Pemerintah Malaysia dinilai
mampu menggalang warganya untuk menurunkan ketergantunganya terhadap ekspor
barang dan jasa, dengan mengerahkan industri eksport substitusi. Selain itu D-8
juga memiliki Iran dan Mesir, dua negara yang pembangunan ekonominya masih
didominasi kuat oleh kontrol pemerintah. Iran termasuk dalam negara yang memiliki
produk domestic bruto cukup tinggi. Namun ketergantungan terhadap ekspor minyak
dan gas alam, menyebabkan negara ini menjadi entitas ekonomi yang rapuh saat
terjadi gejolak harga minyak. Terakhir D-8 memiliki Nigeria dan Pakistan yang
pembangunan ekonominya sering terganggu karena konflik politik.
Laporan terakhir dari kantor
kesekretariatan D-8 menyebutkan bahwa akumulasi volume perdagangan
negara-negara D-8 mencapai satu triliun US dollar, dimana 78 miliar dollar atau
sekitar 8 % merupakan intra-trade antara negara anggota D-8. Jumlah 78
milliar ini masih terhitung kecil untuk sebuah kelompok ekonomi. Menurut
Sekretaris Jenderal D-8 Dr. Dipo
Alam, diharapkan D-8 dapat meningkatkan tingkat perdagangan antar negara
anggotanya menjadi dua kali lipat dari jumlahnya sekarang ini. Harapan ini
menjadi penting ketika dunia dilanda krisis finansial global, karena D-8
berpotensi membuka peluang kerjasama antar negara anggotanya yang sebelumnya
bukan merupakan pasar-pasar tradisional negara-negara tersebut. D-8 juga diharapkan
mampu menjadi kelompok ekonomi yang mampu memperjuangkan kepentingan
negara-negara anggotanya dalam bidang pembangunan di fora internasional,
khususnya dalam isu-isu seperti kemiskinan, pengangguran dan utang luar negeri.
C. Peran dan Arti D-8 Bagi Negara Indonesia
Dalam menghadapai berbagai
tantangan dunia serta memperbaiki tatanan arsitektur pembangunan dan
perekonomian global, Indonesia selalu menggunakan berbagai macam pendekatan
diplomasi baik secara bilateral maupun multilateral. Berdasarkan, Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2004-2009, terdapat tiga
arah kebijakan serta program luar negeri yang penting dijalankan saat ini
yakni:
1)
Pemantapan Politik
Luar Negeri dan Optimalisasi Diplomasi Indonesia dalam penyelenggaraan hubungan
luar negeri dan pelaksanaan politik luar negeri. Tujuan pokok dari upaya
tersebut adalah meningkatkan kapasitas dan kinerja politik luar negeri dan
diplomasi dalam memberikan kontribusi bagi proses demokratisasi, stabilitas
politik dan persatuan nasional. Langkah ini sejalan dengan pidato Bung Hatta
pada tanggal 15 Desember 1945 yang menyatakan bahwa “politik luar negeri yang
dilakukan oleh pemerintah mestilah sejalan dengan politik dalam negeri”.
Seluruh rakyat harus berdiri dengan tegaknya dan rapatnya di belakang
pemerintah Republik Indonesia. “Persatuan yang sekuat-kuatnya harus ada,
barulah pemerintah dapat mencapai hasil yang sebaik-baiknya dalam diplomasi
yang dijalankan”.
2)
Peningkatan kerjasama
internasional yang bertujuan memanfaatkan secara optimal berbagai peluang dalam
diplomasi dan kerjasama internasional terutama kerjasama ASEAN disamping
negara-negara yang memiliki kepentingan yang sejalan dengan Indonesia. Langkah
mementingkan kerjasama ASEAN dalam penyelenggaraan hubungan luar negeri dan
pelaksanaan politik luar negeri merupakan aktualisasi dari pendekatan ASEAN
sebagai concentric circle utama politik luar negeri Indonesia.
3)
Penegasan komitmen
Perdamaian Dunia yang dilakukandalam rangka membangun dan mengembangkan
semangat multilateralisme dalam memecahkan berbagai persoalan keamanan
internasional. Langkah diplomatik dan multilateralisme yang dilandasi dengan
penghormatan terhadap hukum internasional dipandang sebagai cara yang lebih
dapat diterima oleh subjek hukum internasional dalam mengatasi masalah keamanan
internasional. Komitmen terhadap perdamaian internasional relevan dengan tujuan
hidup bernegara dan berbangsa sebagaimana dituangkan dalam alinea IV Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945.
Dari sini dapat disimpulkan bahwa
tonggak diplomasi Indonesia dilandaskan atas azas kerjasama multilateralisme.
Bahkan butir ketiga menjelaskan secara gamblang pentingnya membangun serta
mengembangkan semangat multilateralisme yang dilandasi dengan peghormatan
terhadap hukum internasional. Merujuk kepada ketiga prioritas kebijakan luar
negeri Indonesia di atas, D-8 merupakan sebuah organisasi global yang sejalan
bagi Indonesia untuk mewujudkan pelaksanaan kebijakan luar negerinya.
D-8 melengkapi wahana
oganisasi-organisasi yang dibentuk serta dibangun oleh Indonesia dalam
pelaksanaan kebijakan luar negerinya. Selain itu Indonesia juga memiliki
peluang yang cukup besar untuk memegang peranan penting dalam organisasi D-8.
Seperti yang sudah dipaparkan sebelumnya, D-8 didominasi oleh dua ekonomi besar
yang notabene juga merupakan anggota kelompok ekonomi G-20 yaitu Indonesia dan
Turki. Selama ini Indonesia juga dikenal luas sebagai negara yang sering
mempelopori serta membela kepentingan-kepentingan negara-negara berkembang.
Dengan demikian D-8 tidak saja sejalan dengan RPJM kebijakan luar negeri
Indonesia, namun juga memberikan peluang serta serta keuntungan khusus bagi
Indonesia untuk berperan dalam pengambilan keputusan serta kebijakan antar
negara-negara di dunia.
Delapan
negara berkembang dunia (D-8), masing-masing Indonesia, Malaysia, Turki, Iran,
Pakistan, Bangladesh, Mesir dan Nigeria bertemu di Bali. Pertemuan dimaksud
berupaya menemukan solusi guna mewujudkan kesejahteraan di delapan negara
tersebut dan dunia ketiga pada umunya. Pertemuan D-8 kali ini seakan menemukan
momentum, di mana globalisasi dan perdagangan bebas yang dikomandoi kelompok
negara-negara maju (G-8) kerap menuai kritik. Globalisasi dipandang oleh banyak
kalangan hanya menguntungkan negara maju yang memiliki keunggulan modal dan
infrastruktur. Publik dunia saat ini berharap agar negara-negara berkembang
mampu menemukan formulasi guna mengatasi dominasi perdagangan negara-negara
maju.
Sejak
lima tahun lalu dideklarasikan, D-8 berharap dapat memainkan peran penting
dalam upaya mengimbangi perdagangan di dunia. Kedelapan negara yang memiliki
sumber energi strategis, penduduk dan potensi ekonomi, bertekad agar keunggulan
yang dimilikinya mampu menghasilkan sejumlah terobosan. Iran dengan kemampuan
nuklir dan minyaknya merupakan satu potensi yang diyakini mampu memegang salah
satu kendali ekonomi dunia. Turki juga tercatat sebagai salah satu negara Eropa
yang mengalami pertumbuhan ekonomi tinggi akhir-akhir ini. Malaysia juga
merupakan negara di Asia Tenggara yang kuat secara ekonomi. Sementara
Indonesia, memiliki sejumlah potensi sumber daya alam yang strategis dalam
ekonomi internasional. Selain itu, sebagai negara muslim terbesar di dunia,
Indonesia juga diprediksi mampu melakukan banyak peran di masa-masa mendatang.
Kinerja
perdagangan internasional antar-kedelapan negara sejak D-8 dibentuk mengalami
kemajuan pesat. Sebelum D 8 dibentuk, catatan ekspor impor negara-negara G-8
sekitar 14,5 miliar dolar AS. Pada periode 1999-2000, terjadi peningkatan 50 persen, menjadi 21,3 miliar dolar AS. Tren
peningkatan masih terus berlanjut hingga pertengahan 2006. Jika sejumlah
terobosan dapat terus dicapai, maka kemungkinan ketergantungan pada negara maju
akan makin berkurang.
Bagi
Indonesia sendiri, D-8 dapat dijadikan media untuk meningkatkan peran di level
internasional. Gambaran umum ekspor dan impor
nonmigas Indonesia selama tahun 2008 menunjukkan peningkatan sebesar 22%
dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2007. Dalam hal ini kinerja
ekspor Indonesia meningkat ke semua kawasan kerjasama ekonomi dengan perincian
sebagai berikut: OPEC sebesar 29,83%, diikuti oleh G-15 26,38%, G-77 24,82%,
GNB 23,66%, ASEM 21,56%, OKI 20,14%, APEC 19,18%, D-8 17,01% dan ASEAN 15,63%.
Sementara itu kinerja impor
nonmigas Indonesia dari semua kawasan/ kerjasama ekonomi selama periode
2007-2008 juga mengalami kenaikan. Peningkatan tertinggi yaitu dari kawasan
kerjasama ekonomi D-8 sebesar 39,77% diikuti ASEAN 33,73%, OKI 33,10%, G-77
30,61%, GNB 28,41%, OPEC 28,51%, ASEM 24,33%, APEC 23,56% dan G-15 22,39%.
Peningkatan kinerja impor
nonmigas Indonesia ditandai oleh meningkatnya aktivitas perdagangan dan
kerjasama ekonomi dengan sesama anggota D- 8. Pada periode tahun yang sama
perdagangan antara negara anggota D-8 meningkat rata-rata 25%. Menurut laporan resmi
kantor kesekretariatan D-8, peningkatan volume perdagangan yang tertinggi
terjadi semasa kepemimpinan Indonesia, walaupun pada saat itu sedang terjadi
krisis finansial global.
Beberapa bukti nyata perkembangan peran Indonesia di tingkat
internasional telah terlihat. Presiden SBY telah melakukan sejumlah terobosan selama ini. Terakhir,
Indonesia akan berupaya menjadi penengah dalam krisis nuklir Iran. Momentum saat ini sangat menguntungkan Indonesia.
Indonesia baru saja menduduki kursi Dewan HAM PBB. Selain itu, SBY juga masuk
dalam nominasi peraih Nobel perdamaian.
Begitu banyak prestasi yang ditunjukan negara Indonesia semenjak
berperan aktif dalam organisasi D-8 terutama saat Indonesia memimpin organisasi
tersebut. Tinggal
sekarang pemerintah memanfaatkan momentum tersebut guna meningkatkan peran
Indonesia di panggung politik internasional.
III.
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dari
pembahasan dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan dari eksistensi
Indonesia dalam organisasi D-8 terhadap perannya di tingkat internasional.
Keikutsertaan Indonesia telah membawa Indonesia menjadi semakin dikenal dan
dianggap di tingkat internasional terutama setelah Indonesia memimpin D-8 dan
menduduku kursi HAM PBB.
Indonesia semakin berperan
dalam prengambilan keputusan yang menyangkut kebijakan di tingkat
internasional. Perannya tersebut juga telah mewujudkan peningkatan kerjasama
antara Indonesia dengan negara-negara lain baik secara bilateral maupun
multilateral.
B. SARAN- SARAN
Diperlukan analisa lebih
lanjut terhadap permasalahan kerjasama Indonesia dengan negara-negara anggota
D-8 dan dengan negara-negara lainnya. Khususnya dengan menitik beratkan pada
peran kerjasama yang memberikan dampak positif di bidang ekonomi.
DAFTAR
PUSTAKA
Internet:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar